TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan seorang pengusaha swasta, Johannes Budisutrisno Kotjo, sebagai tersangka.
Johannes diduga memberikan suap kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Lantas, siapakah Johannes Budisutrisno Kotjo?
Menurut keterangan pers KPK, Johannes merupakan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Pada 2016, Johannes masuk dalam daftar 150 orang terkaya versi majalah Globe Asia. Johannes berada para urutan ke 117.
Seperti dikutip dari TheFreeLibrary.com, Johannes merupakan pemilik perusahaan tekstil APAC Group.
Baca: Usai Penangkapan Terduga Teroris Kaliurang, Polda DIY Pastikan Agenda Kunjungan Jokowi Sore Ini Aman
Pada era 1990-an, Johannes menjadi relasi bisnis Bambang Trihatmojo, anak dari Presiden kedua RI Soeharto.
Tercatat pada April 2007 APAC Group berpartisipasi dalam program restrukturisasi yang dicanangkan oleh pemerintah.
Terkait Proyek PLTU Riau-1 APAC Group terdiri dari 20 perusahaan. Selain industri tekstil dan garmen, APAC juga beroperasi di area bisnis lainnya antara lain, investasi, pembangkit listrik, perdagangan umum dan real estate.
Dikutip dari Litbang KOMPAS, pria kelahiran Semarang 10 Juni 1951 itu pernah ditetapkan Kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Mark-Up pengambilalihan dan penyelesaian utang (restrukturisasi) Kanindotex Grup, pada 2001 silam.
Dia saat itu dinilai tidak melaksanakan syarat resrukturisasi. Kini, dia kembali terjerat kasus pidana.
Jumat (13/7/2018) siang Tim Penindakan KPK mengamankan Johannes di ruang kerjanya, di Graha BIP, Jakarta.
Baca: Demi Muluskan Proyek PLTU Riau-1, Johannes Kotjo Menyuap Eni Muliani Rp 4,8 Miliar
Johannes diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih dengan total sebesar Rp 4,8 miliar.
Uang tersebut merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangunan PLTU Riau-1, pembangkit listrik 35 ribu megawatt di Provinsi Riau.
Uang suap tersebut diberikan secara bertahap. Pertama, pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar. Kedua, pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.
Kemudian KPK menyita uang sebesar Rp 500 juta saat mengamankan TM (Tahta Maharaya), staf sekaligus keponakan Eni, pada Jumat, (13/7/2018) di parkiran basement gedung Graha BIP.
Diketahui, pada Jumat siang, TM menerima uang dari ARJ
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapakah Johannes Kotjo, Pengusaha yang Berani Menyuap hingga Rp 4,8 M Itu?",