TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Susu segar yang merupakan salah satu bahan utama dari susu kental manis serta produk analognya dipasok dari dalam negeri dan dikirimkan setiap hari oleh puluhan ribu peternak sapi perah melalui koperasi di berbagai lokasi di pulau Jawa.
Dedi Setiadi, Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), menuturkan selama ini peternak sapi lokal menggantungkan kehidupan dari besarnya potensi pasar susu di Tanah Air, dimana salah satunya adalah produk susu kental manis.
Hal ini yang berlaku sebaliknya, produsen susu kental manis sangat bergantung pada peternak sapi perah lokal untuk dapat menyediakan susu segar berkualitas baik untuk dapat memberikan produk terbaik bagi konsumen.
“Susu kental manis diproduksi dari bahan dasar susu segar yang diserap dari ribuan sapi perah milik para peternak lokal yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia," katanya, Jumat (20/7/2018).
Setiap harinya, ribuan ton bahan baku susu segar telah melewati proses quality checking dari koperasi-koperasi susu setempat sebelum dikirimkan ke berbagai Industri Pengolahan Susu,” ujar Dedi yang juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU).
Dedi menambahkan, hubungan positif antara peternak sapi dan pabrikan susu telah berlangsung sejak lama.
Kehadiran SKM telah dimulai sejak tahun 1870an dalam bentuk impor, tetapi secara perlahan dapat diproduksi secara mandiri di Indonesia.
Sejak saat itu, perusahaan susu kental manis secara rutin menyerap hasil susu produksi para peternak sapi perah lokal yang secara langsung telah membantu meningkatkan kesejahteraan para peternak sapi perah di Indonesia, termasuk para anggota GKSI yang jumlahnya mencapai 120.000 peternak.
"Adapun, kapasitas produksi pabrik susu kental manis di dalam negeri saat ini mencapai 812.000 ton per tahun dengan nilai investasi mencapai Rp 5,4 triliun serta total penyerapan tenaga kerja sebanyak 6.652 orang," katanya.
Aun Gunawan, Ketua Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS). Dia berharap pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di industri susu dapat memiliki visi sejalan untuk mengembangkan industri ini yang memiliki potensi sangat besar.
“Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih tergolong rendah yaitu sebesar 12 liter per orang per tahun, dibandingkan negara-negara lain di ASEAN yang mencapai lebih dari 20 liter per kapita per tahun. Sementara itu, bahan baku produksi susu sebagian besar masih diimpor. Para peternak sapi lokal tengah berupaya untuk mengejar kebutuhan bahan baku susu segar untuk industri susu dalam negeri tersebut. Hal ini juga seharusnya sudah sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai swasembada susu.”
“Kehadiran berbagai macam isu dalam pasar susu yang dapat menjadikan polemik dapat semakin memberatkan semua pihak di industry, terlebih lagi pasti akan berpengaruh pada pendapatan peternak sapi perah. Potensi investor dalam membuka peluang membangun pabrik pengolahan susu atau peternakan susu jadi enggan berinvestasi jika harus berhadapan dengan kondisi – kondisi seperti ini,” lanjut Aun.
Di bagian hulu mata rantai industri susu inilah juga bersama koperasi, para Industri Pengolahan Susu melakukan berbagai macam program kemitraaan baik secara infrastruktur maupun pembinaan edukasi untuk para peternak sapi perah dengan tujuan agar dapat menghasilkan kualitas susu segar yang prima.
Baik dari Frisian Flag Indonesia, Nestle maupun Indolakto, telah melakukan berbagai macam program kemitraan dengan para peternak sapi perah lokal mulai dari program penyuluhan, pemberian edukasi, fasilitas dan pelatihan langsung.
Corporate Affairs Director, PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Andrew F. Saputro menuturkan, selama ini pihaknya telah bekerja sama dengan peternak sapi lokal untuk memasok bahan baku bagi perusahaan sejak lama.
“ Berkembangnya industri susu sudah tentu akan meningkatkan kebutuhan bahan baku susu segar. Setiap harinya kami menerima ratusan ton susu segar dari peternak sapi perah di berbagai area di pulau Jawa," katanya.