Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan keterlibatan pejabat hingga korporasi dalam perkara suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengatakan pihaknya tidak segan menjerat pejabat dan korporasi dalam kasus tersebut.
Baca: Jenguk Kahiyang Ayu, Jokowi Belum Berani Gendong Cucu Keduanya
"Ya, kita lihat, mana yang paling dominan dalam kasus itu. Kalau yang paling dominan adalah orang dan korporasinya kelihatan sama-sama, ya akan dikenakan dua-duanya, baik orang maupun korporasinya," kata Laode, Selasa (1/8/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Laode menuturkan hingga saat ini pihaknya masih mengkaji bukti-bukti yang dimiliki penyidik.
Baca: Alasan Sejumlah Jenderal Purnawirawan TNI Menjadi Calon Legislatif dari PDIP
Apabila nanti hanya ditemukan bukti dugaan keterlibatan pejabatnya, maka pejabat itu yang hanya dijerat KPK.
"Tetapi kalau kelihatannya ini bukan kebijakan korporasi, tapi kebijakan individual atau yang memimpin korporasi tersebut, ya kami enggak boleh paksakan juga," ungkapnya.
Atas perkara ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka.
Selain Eni, KPK juga menetapkan seorang pengusaha.
Pengusahan ini sekaligus pemegang saham Blackgold Budisutrisno Kotjo yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
Baca: Setahun Kicauan Jokowi Soal Teror Terhadap Novel Baswedan, KPK Akan Bertanya Kepada Polri
KPK sendiri telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
Eni diduga menerima suap Rp 4,8 miliar, yang merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangit listrik tenaga uap tersebut.
Diduga suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau berjalan mulus.
Dalam perkara ini, penyidik turut melakukan pemeriksaan pada Menteri Sosial Idrus Marham, Dirut PLN Sofyan Basir dan lainnya.
Bahkan kantor dan kediaman Sofyan juga digeledah.