News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Tirikan Perangkat Desa, Mendagri Dinilai Gagal Paham

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan perangkat desan yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Se-Indonesia (APDESI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/5/2015). Aksi tersebut menuntut percepatan revisi PP 43 Pasal 81 dan 100 terkait dengan kewenangan hak asal usul dan juga menuntut Presiden Jokowi melaksanakan program nawacita dengan benar. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dinilai gagal paham, karena lebih mementingkan kepala desa daripada perangkat desa.

“Kami merasa dianaktirikan, sedangkan kades dianakemaskan,” ungkap Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Mujito kepada wartawan yang menghubunginya dari Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Sehari sebelumnya, Rabu (1/8/2018), Tjahjo Kumolo berpidato di hadapan ribuan kepala desa di Jawa Timur yang berlangsung di GOR Ken Arok, Kota Malang, yang juga diikuti perangkat desa yang tergabung di dalam PPDI, termasuk Mujito, dalam acara bertajuk, "Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa". Anggota PPDI di selutuh Indonesia berjumlah 890 ribu orang.

Dalam pidatonya, kata Mujito, Tjahjo banyak menyinggung peranan kepala desa, tapi sama sekali tak menyinggung peranan perangkat desa yang juga hadir di acara tersebut. Padahal, di setiap desa jumlah perangkat desa 10 kali lipat daripada jumlah kepala desa.

“Tapi, mengapa kami dianaktirikan? Mendagri gagal paham, seolah keberadaan kepala desa jauh lebih penting daripada perangkat desa. Padahal, ujung tombak pelayanan masyarakat adalah perangkat desa. Bila ada warga mengurus surat, misalnya, yang mengetik tentu perangkat desa, sedangkan sekretaris desa atau kepala desa tinggal paraf dan tanda tangan serta kasih stempel,” jelasnya sambil menambahkan, sesuai Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2013 tentang Desa, perangkat desa adalah aparatur desa sebagaimana kepala desa.

Baca: Ancam Kepung Istana, Perangkat Desa Diminta Tahan Diri

Tjahjo, kata Mujito, lebih banyak memaparkan keberhasilan pemerintah atau success story Presiden Joko Widodo yang ia sebut sebagai pemimpin amanah. "Amanahnya di mana bila janji dengan perangkat desa saja tak ditepati?" tanya Mujito.

Karena lebih banyak bicara soal klaim keberhasilan pemerintah, tutur Mujito, akhirnya tema tentang peningkatan kapasitas aparat tidak banyak dikupas, apalagi peningkatan kesejahteraan aparat.

"Padahal, kapasitas dan kinerja aparat tak akan naik bila kesejahteraannya rendah. Jangan bicara kapasitas dan kinerja tanpa menyertakan kesejahteraan. Kapasitas, kinerja dan kesejahteraan itu paralel atau berbanding lurus. Menuntut kinerja tidak dibarengi peningkatan kesejahteraan itu namanya kezaliman," urainya.

Tjahjo, masih kata Mujito, juga tidak merespons rencana aksi unjuk rasa ratusan ribu anggota PPDI di Istana Negara, Jakarta, untuk menuntut janji Presiden Jokowi mengangkat perangkat desa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau minimal penghasilannya ditingkatkan menjadi setara dengan PNS golongan IIA. “Rencana aksi ini sudah menjadi isu nasional yang dimuat media-media massa nasional, jadi bukan gertak sambal," terangnya.

Aksi kepung Istana untuk menagih janji Jokowi itu, tegas Mujito, merupakan keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPDI di Blora, Jawa Tengah, Senin (16/7/2018), yang dihadiri ratusan pengurus PPDI kabupaten dan provinsi dari seluruh Indonesia.

“Dalam waktu dekat kita akan gelar aksi di Istana dengan jumlah massa dua kali lipat daripada aksi tahun lalu,” jelasnya.

Mengapa PPDI tidak interupsi ke Mendagri untuk menyampaikan aspirasinya, Mujito mengaku sudah hopeless atau tidak berharap kepada Mendagri karena sikapnya lebih mendahulukan kepentingan politiknya."Karena Pak Jokowi batal hadir, makanya kita bubar dan langsung pulang," tukasnya.

PPDI memang pernah menggelar aksi kepung Istana pada Selasa (24/10/2017) dengan menurunkan massa sekitar 100 ribu orang. Tuntutannya pun sama: perangkat desa diangkat menjadi PNS, atau penghasilannya disetarakan dengan PNS golongan IIA.

Pada saat kampanye di Bandung, Jawa Barat, Kamis (3/7/2014), Jokowi dan Jusuf Kalla berjanji mengangkat para perangkat desa menjadi PNS secara bertahap. Program ini pun masuk Nawacita. Namun hingga akhir masa pemerintahan Jokowi-JK kini, janji itu belum terealisasi.

Bila sampai perangkat desa demo di Istana, lanjut Mujito, maka ada dua masalah yang muncul sekaligus. Satu sisi Jakarta akan macet, sisi lain pelayanan masyarakat dari desa hingga pusat akan terganggu.

“Tuntutan kami sederhana, realisaikan janji itu. Kalau terealisasi, berarti Jokowi lanjut dua periode. Kalau tidak, berarti 2019 ganti presiden, dan kami punya calon sendiri," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini