TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musim puncak musim kemarau yang diperkirakan jatuh antara bulan Juli hingga Agustus 2018, dataran tinggi Dieng, justru mengalami fenomena unik.
Seluruh permukaan wilayah perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara itu diselimuti es sejak dua hari belakangan.
Pemandangan unik itu terlihdat dalam postingan twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwi Nugroho lewat akun twitternya @Sutopo_PN pada Kamis (2/8/2018).
Dalam postingannya, kristal es terlihat menyelimuti daun dan pucuk bunga. Selain itu, komplek Candi Dieng dan rumput pun terlihat berlapiskan es dengan dibayangi kabut putih .
Baca: Musim Kemarau, 249 Hektar Sawah di 3 Kecamatan di Pekalongan Terancam Gagal Panen
Pemandangan tersebut diibaratkan Sutopo layaknya musim dingin di tanah eropa. Pasalnya, suhu di Bukit Sikunir, Desa Sembungan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah itu mencapai minus lima derajat celcius.
"Dieng laksana winter di Eropa. Salju embun beku menghampar di rerumputan dan tanah. Rabu-Kamis (1-2/8/2018) suhu pagi mencapai minus 5 derajat celcius di Bukit Sikunir Desa Sembungan Kabupaten Wonosobo. Air kran pun membeku. Ayo nikmati alam Dieng dan Dieng Culture Festival," tulisnya.
Peristiwa serupa pernah terjadi pada tanggal 1-5 Juli 2018, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut perubahan suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di puncak musim kemarau.
Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG pada hari ini, Kamis (2/8/2018), kawasan Kabupaten Wonosobo dilaporkan berawan dengan suhu terendah mencapai 18 derajat celcius dan kecepatan angin sekitar 9 kilometer per jam, baik pada pagi dan malam.
Sedangkan prakiraan cuaca Kabupaten Banjarnegara dilaporkan berawan dengan suhu terendah mencapai 17 derajat celcius dan kecepatan angin sekitar 4 kilometer per jam pada pagi dan 9 kilometer per jam pada malam hari.
Seperti diberitakan sebelumnya, penurunan suhu diungkapkan Deputi Bidang Meteorologi, Drs Mulyono R Prabowo disebabkan kandungan uap di atmosfer cukup sedikit pada beberapa wilayah wilayah Indonesia, khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Hal ini terlihat dari tutupan awan yang tidak signifikan selama beberapa hari terakhir.
Secara fisis, lanjutnya, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer
"Energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan. Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan," jelasnya.
Selain itu, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin sepanjang bulan Juli. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia semakin signifikan.
Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering, sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
Penulis: Dwi Rizki