TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak melihat ungkapan “suara azan terlalu keras” oleh terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Meiliana (44) sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu.
Hal itu disampaikan Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Robikin Emhas melalui keterangan resminya, yang diterima Tribunnews.com, Kamis (23/8/2018).
"Mengatakan suara adzan terlalu keras menurut pendapat saya bukan penistaan agama," ujar Robikin.
Untuk itu ia berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat.
Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Seperti dimaklumi, imbuhnya, lahirnya pasal penodaan agama antara lain untuk menjaga harmoni sosial yang disebabkan karena perbedaan golongan atau perbedaan agama/keyakinan yang dianut.
"Tanpa bermaksud menilai putusan pengadilan, saya tidak melihat ungkapan “suara adzan terlalu keras” sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu," tegasnya.
Sebagai muslim, saran dia, pendapat seperti itu sewajarnya kita tempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural.
Selain itu, semua pihak diharapkan dapat menjaga harmoni sosial dengan memperkokoh toleransi, termasuk toleransi sesama dan antar umat beragama. Karena dari sini martabat kemanusian dipertaruhkan.
Hakim Pengadilan Negeri Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo memvonis terdakwa penista agama, Meiliana 18 Tahun Penjara.
Putusan terhadap Meiliana selaras dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebutkan Meiliana melanggar Pasal 156 KuhaPidana Tentang Penistaan Terrhadap Sekelompok Golongan Rakyat Indonesia.
Sidang yang digelar di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri Medan Jalan Pengadilan, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kelurahan Petisah Tengah, Kota Medan, Selasa (21/8/2018) itu menjadi puncak perhatian ormas-ormas Islam yang merasa dilecehkan oleh wanita berusia 44 Tahun tersebut.
Berbagai pertimbangan hakim, mulai dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan, dakwaan JPU, Keterangan Terdakwa dan Penasihat Hukum hakim kemudian putuskan Meiliana dengan hukuman penjara selama 18 bulan.