Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terkait kasus pengurusan perkara vonis korupsi lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 yang diawali dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Penggeledahan secara pararel dilakukan di tiga lokasi terpisah.
Mulai dari rumah tersangka Hakim Merry Purba, Kantor Pengadilan Negeri Medan, dan kantor tersangka Tamin Sukardi.
Baca: Ombudsman Minta Menteri dan Kepala Daerah yang Jadi Tim Sukses Cuti atau Mengundurkan Diri
"Penggeledahan dilakukan di tiga lokasi terpisah, sejak malam kemarin hingga siang tadi. Hasilnya penyidik menyita sejumlah dokumen terkait perkara TS (Tamin Sukardi)," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (30/8/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan empat tersangka.
Baca: KPU Serahkan Penanganan Dugaan Kampanye di Luar Jadwal Zulkifli Hasan Kepada Bawaslu
Mereka yakni Hakim Merry Purba, panitera pengganti PN Medan Helpandi, terdakwa Tamin Sukardi dan orang kepercayaannya Hadi.
Dari empat tersangka, tiga sudah ditahan.
Sementara tersangka Hadi belum tertangkap.
KPK mengimbau Hadi koperatif dan menyerahkan diri ke KPK untuk diproses hukum.
Oleh penyidik, Merry dan Helpandi diduga sebagai penerima suap dari pemberi Tamin dan Hadi.
Baca: Tengah Jalani Rehabilitasi, Fachri Albar Diizinkan untuk Memakamkan Sang Adik
Uang suap total 280 ribu SGD diberikan Tamin, terdakwa di kasus korupsi HGU PTPN2 untuk mempengaruhi putusan majelis hakim.
Dalam perkara Tamin, Merry merupakan anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin.
Sedangkan Ketuanya adalah Wahyu Prasetyo, Wakil Ketua PN Medan.
Dalam putusan yang dibacakan Senin (27/8/2018) Merry menyatakan dissenting opinion.
Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.