Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Merry Purba buka suara soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang membuat dirinya menyandang status tersangka dugaan suap pengurusan perkara vonis korupsi lahan eks Hak Guna usaha (HGU) PTPN 2 dengan terdakwa Tamin Sukardi.
Mendekam di Rutan Merah Putih KPK sejak Rabu (29/8/2018) membuat dirinya mendapatkan pencerahan.
Di hadapan awak media, dia mengungkapkan perasannya.
Baca: Seorang Pria Berupaya Selundupkan Narkoba ke Dalam Lapas Pemuda Tangerang
Merry Purba merasa telah dikorbankan dalam perkara ini.
"Beberapa hari di sini saya dapat pencerahan. Terus terang saya merasa dikorbankan dalam perkara ini. Sebelumnya saya mohon maaf pada ketua MA, mungkin saya sudah dipecat," papar Merry Purba, Rabu (5/9/2018) di KPK.
Selanjutnya Merry Purba juga mengucapkan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Khususnya kepada keluarga dan kerabat yang mengikuti kasus pemberitaan dirinya.
Baca: Seorang Ibu Rumah Tangga Tewas Diserang Orang Gangguan Jiwa di Bekasi
Dia juga menegaskan tidak terjaring operasi senyap KPK.
Menurutnya yang tertangkap tangan KPK adalah panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan, Helpandi yang kini juga menjadi tersangka.
"Saya tegaskan saya itu tidak OTT. Yang OTT itu adalah panitera. Saya tidak tahu informasi bagaimana jumlah uang yang katanya ada sama panitera. Kemudian ada lagi katanya diterima atau digeledah barang bukti dari meja saya. Secara jujur saya katakan saya tidak melakukan apapun yang dikaitkan dengan perkara yang saya tangani. Apa yang saya buat keputusan saya sendiri tidak melibatkan orang lain," paparnya.
Baca: KPK Periksa Mantan Kepala Dinas PU Terkait Kasus Suap Bupati Labuhanbatu
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka.
Mereka yakni Hakim Merry Purba, panitera pengganti PN Medan Helpandi, terdakwa Tamin Sukardi dan orang kepercayaan Tamin Sukardi, Hadi.
Oleh penyidik, Merry dan Helpandi diduga menerima suap dari Tamin dan Hadi untuk mempengaruhi putusan majelis hakim di vonis Tamin.
Total uang suap yang diberikan 280 ribu SGD.
Dalam perkara Tamin, Merry merupakan anggota majelis hakim.
Sedangkan keduanya, Wahyu Prasetyo, Wakil Ketua PN Medan yang sempat diamankan KPK namun akhirnya dilepaskan dan berstatus saksi.
Dalam putusan yang dibacakan Senin (27/8/2018), Merry menyatakan dissenting opinion.
Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.