TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Adhe Bhakti, Direktur Pelaksana Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), menduga kemungkinan ada keterlibatan kelompok pro-ISIS di Indonesia dengan ikut mendukung gerakan #2019GantiPresiden.
Yang tujuannya, bukan memperjuangkan demokrasi, namun sekedar menunggangi de
demi tujuan akhirnya mengganti sistem pemerintahan dan bernegara.
"Jadi bukan peduli pada esensi demokrasinya tapi betul-betul take advantage pada momentum itu," kata Adhe Bhakti, Senin (10/9/2018)
Untuk memahaminya, Adhe dalam penjelasannya yang diterima tribun kemudian memberi contoh. Kelompok pro ISIS Bekasi pimpinan Abu Nusaibah hadir dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang lalu.
"Mereka concern jika terjadi chaos dan rusuh, mereka akan merebut senjata dari polisi dan tentara yang berjaga. Sebab revolusi, pergantian kekuasaan atau kerusuhan untuk itu hanya bisa dilakukan ketika mereka sudah bisa menguasai persenjataan.," ujarnya.
"Inilah yang akan berbahaya jika gerakan ini dimanfaatkan oleh kelompok itu," kata Adhe.
Ditegaskan, ISIS adalah kelompok teroris dengan menggunakan agama sebagai kedok. Kelompok ini mengatasnamakan Islam untuk syahwat kekuasaanya sehingga wajah Islam menjadi buruk di dunia karena aksi-aksinya menggunakan cara-cara kekerasan yang sadis.
Kelompok ini ia yakini berdiri dan menyebar ke belahan dunia, termasuk ke Indonesia sejak 2014.
Di Indonesia, sebut Adhe para pendukungnya menyebut dirinya sebagai Jamaah Ansharu Daulah (JAD) atau Jamaah Ansharu Khilafah (JAK). Para anggotanya terlibat aksi kekerasan dan terorisme sejak 2014.
Dari mulai membunuh anggota polisi, masyarakat umum, tempat ibadah dan yang lainnya dengan cara aksi bom bunuh diri.
"Pada Mei 2018, para pendukung ISIS melakukan kerusuhan di rutan Mako Brimob dengancara mengorok leher salah satu anggota polisi dengan menggunakan pecahan kaca," ujar Adhe.
"Selepas itu, mereka melakukan penyerangan pada anggota polisi dengan cara aksi bom bunuh diri seperti terjadi di Surabaya," katanya lagi.
Meski pemerintahan tersebut sudah menggunakan dengan hukum Islam seperti Negara-negara di Timur Tengah, namun dianggap tidak sesuai dengan aliran keagamaan mereka, juga disebut murtad dan juga thagut.
Indonesia termasuk Negara yang diyakini sebagai negara thagut. Oleh karena itu, katanya lagi, wajib diperangi dan melakukan pemberontakan dengan cara teror.
"Mereka melakukan terror itu bertujuan untuk melemahkan pemerintah Indonesia untuk kemudian ketika terjadi pelemahan, mereka akan bergerak membuat huru hara guna merebut kekuasaan," papar Adhe.
Pada titik itulah menurutnya gerakan aksi #2019GantiPresiden ia mrnduga bisa dimanfaatkan oleh kelompok yang dimaksudĀ demi mendapatkan momentum.
"Bukan pertama-tama demi demokrasi itu sendiri, tapi demi mencapai tujuan akhir mereka mengganti sistem yang ada di Indonesia saat ini," ia menegaskan.