Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama kurang lebih tiga jam, Syafruddin Arsyad Temenggung, terdakwa perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) membacakan pledoinya sendiri.
Pledoi setebal 110 halaman dibacakan sendiri oleh Syafruddin di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Kamis (13/9/2018), tanpa minta digantikan oleh tim kuasa hukum yang mendampingi.
Baca: Bacakan Pledoi, Terdakwa Kasus BLBI Singgung Nilai Tukar Rupiah yang Merosot
Dengan terus menunduk membaca lembaran pledoi dan tangan memegang pengeras suara, pria berkata mata ini secara berlahan membaca halaman demi halaman.
Pantauan Tribunnews.com, di awal persidangan, Syafrudin masih berapi-api dan lantang membacakan pledoi terkait kasus yang menyeretnya ke meja hijau.
Begitu tiba di penghujung akhir pledoi, Syafrudin tak kuasa menahan tangis. Dia menyatakan sangat rindu dengan istri dan anak-anaknya.
"Kami adalah kepala rumah tangga yang mendidik istri dan lima anak agar hidup berguna. Untuk mama, anak-anak dan seluruh keluarga besar. Papa rindu bisa kumpul bersama. Tanpa dia kalian tidak mungkin papa bisa bertahap, semoga papa dibebaskan," paparnya sambil terbata-bata dan sesekali terisah.
Mendengar itu, keluarga besar Syafrudin yang turut hadir di persidangan ikut bersedih. Beberapa dari mereka memilih menunduk menyembunyikan air mata yang menetes ke pipi.
Dalam pledoinya, Syafruddin juga berharap agar dalam memberikan putusan, majelis hakim turut mempertimbangkan karirnya sebagai PNS maupun pribadi yang selalu berkomitmen menjadi warga negara yang baik.
"Tidak ada alat bukti pun yang membuktikan kami telah korupsi dengan menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL). Semua dakwaan jaksa KPK tidak terbukti sah dan meyakinkan. Kami mohon
majelis hakim berkenan menyatakan kami tidak terbukti bersalah, membebaskan dari segara dakwaan dan merehabilitasi nama baik serta mengembalikan seluruh barang bukti yang disita," pintanya.
Sebelumnya dalam sidang awal September 2018 lalu, jaksa KPK menuntut Syafruddin dengan pidana selama 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa juga dinyatakan terbukti merupakan pelaku yang aktif dan melakukan peran yang besar dalam pelaksanaan kejahatan, pelaksanaan kejahatan menunjukkan adanya derajat keahlian dan perencanaan terlebih dulu.
Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Baca: Golkar Bakal Kerahkan Kepala Daerah Kampanyekan Jokowi-Maruf
Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI pada 2004.