Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menyidangkan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.
Agenda sidang kali ini, Kamis (13/9/2018) Syafruddin akan membacakan pledoinya atau nota pembelaan. Setelah itu, giliran kuasa hukum juga membacakan pledoi.
Baca: Live Streaming Indosiar Liga 1 2018 Indonesia, Persib Bandung Vs Arema FC Pukul 16.00 WIB
Sebelumnya dalam sidang awal September 2018 lalu, jaksa KPK menuntut Syafruddin denganpidana selama 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan terdakwa Syafruddin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan dengan perintah tetap ditahan," ujar jaksa KPK, Haerudin saat membacakan surat tuntutan, Senin (3/9/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam merumuskan tuntutan pidana, jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Hal yang memberatkan, terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Terdakwa juga terbukti merupakan pelaku yang aktif dan melakukan peran yang besar dalam pelaksanaan kejahatan, pelaksanaan kejahatan menunjukkan adanya derajat keahlian dan perencanaan terlebih dulum
"Akibat perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian negara yang cukup besar dan terdakwa tidak mengakui secara terus terang dan tidak menyesali perbuatannya," ungkap jaksa Haerudin.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan ialah terdakwa belum pernah dihukum dan sopan selama persidangan.
Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI pada 2004.