Tercatat sejak 2014-2015 BPJS Kesehatan telah defisit, padahal sudah ada penganggaran mencapai Rp 4,5 triliun hingga Rp 6 triliun, sampai saat ini total defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 16,5 triliun.
Melihat kondisi anggaran negara saat ini, tidaklah dalam kondisi yang aman. Terlebih lagi badai pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berkecamuk.
Untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang tak kunjung tuntas, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyarankan, agar para pemangku kepentingan mengumpulkan seluruh ahli aktuaria dan ekonomi, guna memberikan solusi atasi masalah ini. Ia menegaskan, hendaknya masalah jaminan kesehatan untuk rakyat jangan hanya dibebankan kepada BPJS Kesehatan saja, karena tanpa kerja sama para lembaga negara masalah defisit sulit diatasi.
“Kita melihat BPJS disuruh jungkir balik sendirian, tanpa didukung oleh instrumen pemerintah yang lainnya. Dalam konteks ini kan ada Menteri Kesehatan, ada DJSN, ada juga Menteri Keuangan,” papar Dede saat rapat kerja dengan Dirut BPJS Kesehatan, Menteri Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan dan Ketua DJSN di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Dede menilai persoalan yang dialami BPJS Kesehatan sangat dilematis. Masyarakat perlu mendapat pelayanan kesehatan yang layak, namun di sisi lain anggaran untuk memberikan pelayanan kesehatan cekak. “Nah kalau kita perhatikan, apa yang disebut bailout hari ini tuh Rp 4,993 triliun jauh dari kebutuhan. Kebutuhannya itu Rp 16,5 triliun. Kalau dikurangi carry over-nya itu kira-kira Rp 11 triliun,” ungkap Dede.
Politisi Partai Demokrat ini mengibaratkan BPJS Kesehatan layaknya mobil Mercy seri C plus terbaik, tetapi bahan bakarnya tidak memadai, sehingga jalannya pun terseok-seok. “Ibarat mobil Mercy seri C plus terbaik, tetapi masalahnya bensin enggak ada. Masih premium sehingga jalan ndut-ndutan,” seloroh Dede.
Dede menambahkan, BPJS Kesehatan selayaknya tidak bisa selalu disuntik anggaran pemerintah, karena cakupannya terlalu luas. “Harus sustain. Kami paham Direksi BPJS Kesehatan punya sistem yang dihargai di seluruh dunia,” ungkap politisi dapil Jawa Barat itu.
Sementara di sisi lain, pajak cukai rokok yang rencananya dialokasikan ke BPJS Kesehatan tak berjalan baik. Karena aturannya hasil dari cukai rokok diturunkan ke daerah penghasil tembakau. Menurut Dede, tentu harus ada skema lain yang dilakukan pemerintah agar jaminan kesehatan untuk rakyat berjalan dengan baik. “Tentu harus ada skema lain yang dilakukan pemerintah bukan hanya symptomik atau menyuntik untuk membuat bernafas, tetapi juga running ke depannya,” tutup Dede.(*)