TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan mencatat per 31 Agustus, tercatat posisi utang pemerintah pusat mencapai Rp 4.363,19 triliun.
Angka ini naik Rp 110,19 triliun atau 2,59 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 4.253 triliun.
Jumlah tersebut merupakan 30,31 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun Asumsi PDB hingga akhir Agustus 2018 adalah sebesar Rp 14.395,07 triliun.
"Persentase tersebut masih jauh di bawah batas 60 persen terhadap PDB sebagaimana ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui konferensi pers di kantornya, Jumat (21/9/2018).
Utang pemerintah itu terdiri atas komponen pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN).
Rinciannya pinjaman luar negeri sebesar Rp 815,05 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 6,25 triliun.
Sementara untuk SBN, yang memiliki denominasi rupiah sebesar Rp 2.499,44 triliun dan denominasi valas Rp 1.042,46 triliun.
Dengan begitu, komposisi utang pemerintah secara keseluruhan terdiri dari pinjaman 18,82 persen, SBN denominasi rupiah 57,28 persen, dan SBN denominasi valas 23,89 persen.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan utang pemerintah salah satunya dikarenakan faktor eksternal seperti melemahnya nilai tukar rupiah.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mempengaruhi besaran total outstanding utang untuk bulan Agustus 2018.
Meski begitu, karena utang dari SBN denominasi rupiah lebih besar dibandingkan SBN denominasi valas, maka risiko fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap utang pemerintah dapat diminimalkan.
Baca: Polisi Buru Bocah Iseng yang Corat-coret Gerbong MRT
Di sisi lain, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk juga naik karena semakin banyak kementerian/lembaga yang melihat potensi dan menggunakannya sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk proyek mereka.
"Selain faktor eksternal, pertumbuhan utang pemerintah juga disebabkan dijalankannya strategi front loading," tutur Sri Mulyani.
Strategi front loading merupakan upaya pemerintah meredam dampak bunga utang dengan menarik pembiayaan di awal pada saat suku bunga di pasar masih rendah sebelum kenaikan Fed Fund Rate.
Fed Fund Rate diperkirakan masih akan naik beberapa kali dalam tahun ini, dengan prediksi total kenaikan 4 kali.
"Strategi front loading serta pertumbuhan SBN denominasi rupiah memperlihatkan bahwa kepercayaan investor akan ekonomi Indonesia masih cukup tinggi. Hal itu, secara tidak langsung, membuktikan investor percaya pemerintah mengelola pembiayaan secara hati-hati dan terukur," ujar Sri Mulyani.