Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, PALU - Niswati Sabaringgih (37) hanya bisa meratapi kondisi rumahnya yang kini sudah terendam akibat bencana likuifaksi.
Baca: Tim SAR Akhiri Operasi Pencarian Korban di Petobo dengan Doa Bersama
Air matanya menetes menandakan kesedihan yang begitu mendalam tengah ia rasakan. Sambil duduk selonjor diatas gunungan lumpur di depan bangunan rumahnya ia cukup lama melamun.
Bisingnya suara eskavator yang sedang melakukan pencarian korban sama sekali tak mengacaukan lamunannya.
Ia pun seolah lupa bahwa helm yang ia pakai masih terus ia kenakan selama berada di depan rumahnya itu.
Saat ini, ia hanya bisa melihat bagian dinding atas serta atap rumahnya saja. Seluruh perabotan didalam rumahnya itu kini sudah tak bisa terlihat lagi oleh kedua matanya.
Baca: Presiden Jokowi Pimpin ASEAN Leaders Gathering Bersama PM Singapura
Segala kenangannya bersama keluarga tercinta sirna pasca wilayah Petobo, Palu, Sulawesi Tengah dihantam bencana likuifaksi pasca gempa melanda pada Jumat (28/9/2018) lalu.
Saat bencana gempa terjadi, Niswati masih berada di kantor. Sedangkan suami dan anaknya berada di dalam rumah tersebut.
Namun, ia masih bersyukur karena kedua orang yang begitu ia cintai berhasil selamat dari bencana memilukan itu.
Meski disatu sisi, ia harus merelakan tante dan saudaranya hilang dan belum juga ditemukan.
"Keluarga inti saya selamat karena mereka lari saat tanah disini itu sudah terguncang-guncang dan retak-retak saat kejadian itu," kata Niswati, Kamis (11/10/2018).
Niswati baru hari ini kembali lagi ke wilayah Petobo setelah sejak musibah gempa dan likuifaksi mengguncang, ia sekeluarga tinggal di pengungsian.
Saat datang kembali ke wilayah Petobo, Niswati pun sempat kebingungan.
Selain karena kondisi disini sudah tak berbentuk karena kawasan ini amblas sedalam sekira 5 meter, ia juga bingung karena letak rumahnya sudah berpindah jauh.
Ia pun sempat beberapa waktu berkeliling kawasan itu yang sebagian sudah terendam lumpur.
Meski menyadari bangunan disini sudah tak mungkin untuk dibangun kembali, ia mengaku datang kembali ke tempat ini memang untuk sekedar meratapi harta miliknya yang sudah 'ditelan' bumi.
Mungkin dengan begitu, ia bisa sedikit melepaskan kesedihan yang terus berkecamuk di dalam hatinya.
"Saya datang tadi kesana (letak rumahnya) sudah tidak ada apa-apa hanya lumpur semua. Kemudian saya mutar-mutar dan ternyata rumah saya ada disini. Ini jauh sekali bergesernya lebih dari 200 meter," katanya.
Kini, Niswati tak tahu harus bagaimana kedepannya menjalani kehidupannya bersama keluarga.
Keluar dari Kota Palu dianggapnya tidak mungkin dilakukan karena ia memang asli berasal dari kota ini.
"Mau pindah kemana? Saya ini orang sini. Keluarga saya memang tinggal di Petobo, jadi tak mungkin saya pindah ke kota lain," kata Niswati.