Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah saksi telah diperiksa terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet.
Mereka yang telah diperiksa diantaranya dokter Sidik dari RS Khusus Bedah Bina Estetika Menteng; Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal; Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jakarta, Asiantoro; Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Nanik S Deyang hingga Dahnil Anzar Simanjuntak; dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.
Baca: Dahnil Anzar Dicecar 43 Pertanyaan Saat Diperiksa Sebagai Saksi Kasus Ratna Sarumpaet
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengungkapkan pihaknya bakal memeriksa saksi lain untuk mendalami kasus ini.
"Kita akan melakukan beberapa pemeriksaan terutama saksi, kita sudah ada barang bukti, ada saksi, dan tersangka. Mungkin nanti kita akan menambah saksi terkait dengan kegiatan kegiatan pidana tersebut," ungkap Argo di Polda Metro Jaya, Selasa (16/10/2018).
Baca: PKS Izinkan Kadernya Kampanye Negatif, Tim Sukses Jokowi-Ma'ruf Singgung Luka Batin di Pilpres 2014
Menurut Argo, penyidik bakal mendalami keterangan para saksi terkait kronologis sebelum Ratna Sarumpaet membuat berita bohong tersebut.
"Saya rasa polisi bekerja sesuai alat bukti dilapangan, sesuai fakta, sesuai keterangam saksi, ini bukan asumsi. Jadi bukan ktanya. Tapi berdasarkan saksi itu katakan apa barang bukti yang ada," tutur Argo.
Seperti diketahui, polisi menetapkan Ratna Sarumpaet tersangka menyebarkan berita bohong alias hoaks soal penganiayaan.
Dirinya ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (4/10/2018) malam. Dia diciduk sebelum naik pesawat meninggalkan Indonesia.
Baca: Kuasa Hukum: Dahnil Anzar Dapat Informasi Soal Ratna Sarumpaet dari Nanik S Deyang
Ratna disangkakan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang-Undang ITE terkait penyebaran hoaks penganiayaan.
Atas kasus tersebut, Ratna terancam 10 tahun penjara. Ratna juga terancam pasal 14 UU nomor 1 tahun 1946. Pasal ini menyangkut kebohongan Ratna yang menciptakan keonaran.