Peristiwa Tanjung Priok, Jakarta Utara memang masih membekas dalam ingatan Husen dan keluarga.
Bahkan di kakinya masih terlihat jelas bekas luka tembak akibat peristiwa itu.
Saat itu, Husen punya toko yang menjual alat tulis kantor dan seragam sekolah di Jalan Yos Sudarso Permai, Jakarta Utara.
Tokonya habis dijarah massa saat itu dan tidak meninggalkan apapun untuk Husen dan keluarga.
Kasus Tanjung Priok ini merupakan salah satu peristiwa kekerasan yang tercatat dalam sejarah Indonesia.
Kasus ini bermula setelah penahanan empat orang pengurus masjid di daerah Tanjung Priok, 12 September 1984.
Ribuan orang yang dipimpin Amir Biki menuntut pembebasan empat mubaligh tersebut.
Namun yang terjadi kemudian bentrok pecah antara massa dan aparat.
Massa telah dikepung pasukan bersenjata berat, dan kemudian diikuti dengan suara tembakan.
Korban pun berjatuhan.
Menurut versi pemerintah saat itu, korban hanya 28 orang.
Sementara masyarakat menyebutkan korban yang jatuh sekitar 700-an orang.
Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintah membentuk Pengadilan HAM.
Menurut hasil penyelidikan Komnas HAM peristiwa itu menewaskan 24 orang, 54 orang luka berat.
Hingga kini pemerintah masih terus berupaya mencari solusi untuk penyelesaian kasus ini.
Bagi Jaleswari bersilaturahmi dengan Pak Husen bukanlah ritual kemanusiaan yang mengada-ada.
"Pertemuan ini akan semakin menguatkan kesadaran kami bahwa kami masih perlu lebih keras lagi dalam menuntaskan pekerjaan, menuntaskan berbagai persoalan HAM masa lalu," kata Jaleswari.