Di Masjid Al-Fajr Bandung, Masjid Jogokaryan Yogyakarta dan Masjid Baitul Makmur, kalau ada penceramah yang menyampaikan isi ceramahnya menyimpang dari peraturan yang sudah ditentukan, maka penceramah tersebut tidak akan diundang lagi.
Keenam, respon jamaah terhadap materi penyiaran keagamaan di beberapa masjid secara umum positif. Penilaian positif jamaah tersebut didasarkan pada pertimbangan selama materi penyiaran keagamaan masih relevan dengan Alqur’an dan Hadis.
Selain itu, respon positif juga muncul karena format penyiaran keagamaan yang dibuat menarik dialogis dalam bentuk tanya-jawab, seperti di Masjid Nurullah Jakarta dan Masjid Baitul Makmur Denpasar.
Sikap kritis jamaah belum cukup kuat di sebagian besar masjid yang diteliti. Ini setidaknya disebabkan faktor keterbatasan pengetahuan jamaah tentang regulasi penyiaran keagamaan.
Seperti Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 serta Surat Edaran Kapolri No. 6/X/2015 tentang Ujaran Kebencian, sehingga jamaah masih banyak yang menerima saja apa yang disampaikan oleh para penceramah.
Namun demikian, pada beberapa masjid sikap kritis muncul dari jamaah dalam merespon penyiaran keagamaan yang disampaikan oleh para penceramah, seperti di Masjid Jogokaryan Yogyakarta dan Masjid Salahuddin UGM Yogyakarta.
Berdasarkan temuan-temuan ini, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan memberikan beberapa rekomendasi pada pemerintah, diantaranya perlu adanya peningkatan kompetensi khatib dan penceramah yang terukur dan berjenjang, mulai dari tingkat dasar, menengah dan ahli. Terutama di masjid-masjid pemerintah, BUMN, dan masjid yang terletak di kota besar.
Perlu menghadirkan role model khutbah melalui pemberian reward yang menginspirasi dakwah Islam washatiyah.
Selain itu, pemerintah diharapkan bisa memaksimalkan sosialisasi yang lebih efektif terkait regulasi tentang penyiaran keagamaan dan ujaran kebencian pada masyarakat. Hal ini agar mereka lebih cerdas dalam merespon materi penyiaran keagamaan.
Terakhir, pemerintah diharapkan dapat menyusun Pedoman Dakwah Islam Washatiyah yang berkarakter Indonesia. Hal ini demi terciptanya penyiaran keagamaan dan masyarakat Islam yang cenderung moderat. (*)