Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar turut menyoroti kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).
Langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mendukung Baiq Nuril mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA yang menyatakan Nuril bersalah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.
Baca: Keluarga Dilanda Ketakutan, Baiq Nuril Dilanda Kegalauan
Yang mana apabila sudah mengajukan PK, tapi belum mendapatkan keadilan hukum bisa mengajukan permintaan grasi ke presiden Jokowi.
Menurut Dio Ashar, grasi tidak berlaku di perkara yang tengah dihadapi Baiq Nuril.
"Grasi itu sulit untuk perkara seperti ini. Karena tadi secara aturan undang-undang formil sendiri, grasi tidak bisa untuk perkara di bawah dua tahun dan Baiq Nuril hanya enam bulan penjara," ucap Dio Ashar dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).
"Ketika presiden Jokowi bilang misalnya dia mau kasih grasi, itu sangat tidak mungkin," tegas Dio Ashar.
Dio menambahkan baiknya langkah yang diambil Presiden Jokowi adalah memberikan amnesti karena tidak ada batasan perkara untuk pemberian amnesty.
Diketahui kasus ini mencuat setelah adanya putusan Mahkamah Agung terhadap Baiq Nuril yang diduga melakukan pelanggaran atas Pasal 27 ayat 1 UU ITE pada 26 September 2018 lalu.
MA memutus Nuril bersalah dijatuhi vobis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Padahal dalam putusan persidangan tingkat pertama, Nuril yang merekam panggilan telepon mantan atasannya yakni Kepala Sekolah SMAN 7 Mataran, muslim yang diduga melakukan pelecehan seksual itu dinyatakan tidak bersalah.
Kasus bermula dari Muslim yang berulang kali menelpon Nuril dengan nada yang melecehkan secara seksual.
Baca: LBH Apik Ungkap Polda NTB Telah Proses Laporan Pelecehan Seksual Baiq Nuril
Merasa tidak nyaman, Nuril berinisiatif merekam pembicaraan tersebut sebagai bukti harkat dan martabatnya telah direndahkan Muslim.
Muslim tidak terima karena rekaman percakapannya itu menyebar. Lantas Muslim melaporkan Baiq Nuril ke Polda NTB hingga kasus Nuril maju ke persidangan dan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.