TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) mempertanyakan kinerja badan intelijen milik TNI-Polri yang berada di Papua.
Hal itu menyusul adanya peristiwa pembantaian belasan pekerja proyek Trans Papua oleh Gerombolan Separatis Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (GSB-OPM) di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, beberapa waktu lalu.
"Disini kesannya dari kejadian Nduga tidak ada keterpaduan. Tanggal 1 Desember itu adalah HUT OPM. Masak intelijen tidak ada peringatannya untuk mewaspadai itu,” ujar Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri dalam jumpa pers di Aula PPAD, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (7/12/2018).
Oleh karna nya menurut Kiki diperlukan evaluasi secara konkret di tubuh intelejen Indonesia.
Mengingat warga sipil yang menjadi korban tidak sedikit dan pemeritah sebelumnya telah menetapan kawasan Nduga sebagai red zone.
Baca: Kasus Kemah Pemuda, Polisi Bakal Periksa Dahnil Anzar Lagi
"Mereka harus investigasi dan evaluasi secara menyeluruh," ujar Kiki.
Pada kesempatan yang sama Kiki juga meminta pemerintah menyerahkan penanganan keamanan di Papua kepada TNI.
“Karena ini lebih dari teroris. Jadi sudah perlu mengedepankan militer,” Ujar Kiki.