"Oleh Fahmi Darmawansyah, masing-masing asisten digaji Rp 1,5 juta per bulan‎. Terdakwa selaku Kalapas Sukamiskin mengetahui berbagai fasilitas yang diperoleh Fahmi Darmawansyah namun terdakwa membiarkan hal tersebut terus berlangsung."
"Bahkan Fahmi Darmawansyah dan Andri diberikan kepercayaan untuk berbisnis mengelola kebutuhan para warga binaan di Lapas Sukamiskin, seperti jasa merenovasi kamar (sel) dan jasa pembuatan saung," ujar dia.
Fakta lain yang mengejutkan, dikatakan jaksa, Wahid juga membolehkan Fahmi Darmawansyah membangun saung dan kebun herbal di dalam areal lapas serta membangun ruangan berukuran 2 meter x 3 meter persegi yang dilengkapi dengan tempat tidur.
"Salah satunya untuk melakukan hubungan badan suami-istri, baik itu dipergunakan Fahmi Darmawansyah saat dikunjungi istrinya maupun disewakan Fahmi Darmawansyah kepada warga binaan lain dengan tarif sebesar Rp 650 ribu sehingga Fahmi Darmawansyah mendapatkan keuntungan yang dikelola oleh Andri," ujar Jaksa KPK lainnya, Trimulyono Hendardi.
Apalagi keistimewaan yang diberikan Wahid pada Fahmi Darmawansyah? Jaksa menyebut, Fahmi Darmawansyah mendapatkan kemudahan dari terdakwa dalam hal izin berobat ke luar lapas.
Seperti melakukan cek kesehatan secara rutin di RS Hermina Arcamanik ataupun di RS Hermina Pasteur. Pelaksanaan izin berobat biasanya dilakukan setiap Kamis.
"Namun setelah berobat Fahmi Darmawansyah tidak langsung kembali ke lapas melainkan mampir ke rumah kontrakannya di Perum Permata Arcamanik Blok F No 15-16 Sukamiskin Pacuan Kuda Bandung dan baru kembali ke Lapas Sukamiskin pada hari Senin," kata Trimulyadi.
Jaksa menyebut, segala keperluan untuk pelaksanaan izin berobat Fahmi Darmawansyah ke luar lapas tersebut disiapkan oleh Andri Rahmat.
Itikad tidak baik Wahid sudah tercermin sejak ia menjabat pertama kali di Lapas Sukamiskin. Ia sempat mengumpulkan terpidana korupsi untuk berkenalan pada Maret 2018.
Namun setelah itu, perwakilan terpidana menemui Wahid secara khusus yang meminta kemudahan dalam izin keluar.
Wahid Husein didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan primair Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
Di dakwaan subsidair, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan dakwaan subsidair Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke - 1 juncto Pasal 65 aya 1 KUH Pidana.
Dua pasal di Undang-undang Pemberantasan Tipikor itu pada pokoknya mengatur soal gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji. Ancaman pidananya terendah 4 tahun dan paling lama 20 tahun.