TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desakan untuk segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS) oleh DPR terus bergulir.
Sejumlah pihak tak ingin RUU PKS program legislasi nasional (Prolegnas) 2017 dan 2018, gagal disahkan.
Komisioner Komnas Perempuan Indriyati Suparno mengatakan, RUU PKS masuk Prolegnas 2017 dan 2018 di DPR. Sampai sekarang belum ada tindak lanjut.
Bahkan, kata Indriyati, ada 15 bentuk kekerasan seksual hasil kerja Komnas Perempuan yang dimasukkan dalam RUU PKS.
"Setelah dikaji, dari 15 bentuk kekerasan seksual hanya sembilan bentuk kekerasan seksual yang memenuhi unsur tindak pidana," kata Indriyati, dalam 'Refleksi 20 Tahun Penegakan HAM Perempuan di Indonesia', di Solo, Jawa Tengah, Senin (10/12/2018).
Baca: KPK Gali Informasi Soal Gratifikasi yang Diterima Bupati Cirebon dari Empat Saksi
Kesembilan bentuk kekerasan seksual itu di antaranya adalah kasus perkosaan, perdagangan perempuan dan orang, perkawinan paksa, sterilisasi paksa, pelecehan seksual, perbudakan seksual, eksploitasi seksual, dan prostitusi paksa.
"Sembilan bentuk kekerasan seksual yang sekarang kita inginkan disetujui oleh Panja (Panitia Kerja) Komisi VIII DPR," kata dia.
Menurut Indriyati, sebentar lagi masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 akan berakhir. Akan tetapi, RUU PKS sampai sekarang tak kunjung disahkan.
Jika RUU PKS gagal disahkan, maka akan memulai kembali dari nol di DPR. "Kami ingin RUU PKS itu segera dibahas. Jangan menunggu setelah Pemilu. Enggak akan mungkin," ucap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kami Ingin RUU PKS Segera Dibahas, Jangan Tunggu Setelah Pemilu"",
Penulis : Kontributor Solo, Labib Zamani