Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayoritas masyarakat Indonesia tidak setuju dengan penerapan Peraturan Daerah (Perda) berbasis syariah.
Bahkan, masyarakat juga menilai bahwa belum ada dampak positif dari penerapan kebijakan tersebut dalam perbaikan tata nilai di masyarakat.
Temuan tersebut didapatkan berdasarkan survei terbaru Y-Publica yang melaporkan bahwa 51 persen responden menyatakan tidak setuju dengan Perda berbasis agama.
Sebaliknya, yang menyatakan setuju sebanyak 44,5 persen.
Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono mengungkapkan bahwa 47,2 persen responden juga belum melihat dampak positif Perda Syariah dalam memperbaiki tata-nilai di masyarakat agar sejalan dengan nilai-nilai ajaran agama.
”Malahan, terdapat 10,5 persen responden yang menganggap Perda itu tidak berdampak positif sama sekali,” kata Rudi dalam rilis survei di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/12/2018).
Rudi menyebut, hanya 33,6 persen responden yang merasakan dampak positif dari Perda agama itu.
Yang menarik lagi, kata Rudi, di kalangan pemilih capres-cawapres, mayoritaspemilih di kedua kubu juga tidak setuju dengan Perda berbasis agama.
”Di kubu Jokowi-Ma'ruf yang menolak sebesar 65,5 persen, sedangkan di kubu Prabowo-Sandi 50,2 persen,” papar Rudi.
Hanya saja, di kubu Prabowo-Sandi, pemilih yang mendukung Perda agama cukup tinggi, yaitu 45.6 persen, jelas Rudi.
Sebagai informasi, sejak 1998 hingga 2013, setidaknya ada 443 Perda Syariah di Indonesia.
Ada juga Perda injiI yang berlaku di Manokwari, Papua.
Sementara, Survei Y-Publica ini dilakukan pada 20 November hingga 4 Desember 2018 dengan responden 1200 orang.
Survei menggunakan metode multistage random sampling (acak bertingkat). Margin error dalam survei adalah 2,98 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.