Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai bahwa keinginan Pemerintahan Jokowi untuk melebur operasional Badan Pengelola (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam, sangat berhaya sekali. Apalagi dengan penggabungan tersebut, menyebabkan Walikota Batam merangkap exofficio sekaligus sebagai kepala otorita.
"Kita tadi sudah membahas cukup mendalam, baik dari aspek politk, hukum, juga ekonomi tentunya, dan hasilnya keputusan ini (peleburan) berbahaya sekali," sebut Fahri Hamzah kepada awak media usai menerima audiensi pengurus Kadin Kepri dan Batam khususnya di ruang kerjanya lantai 4 Gedung Nusantara III DPR RI, Jumat (4/1/2019).
Fahri mengingatkan pemerintah bahwa pembentukan awal Batam adalah untuk membangun otonomi khusus yang diharapkan mampu mempercepat pembangunan Industri dan perdagangan nasional.
"Kawasan Batam yang secara geografis masuk dalam provinsi Kepulauan Riau dan berbatasan dengan Singapura, diharapkan akan dapat menyaingi Singapura dalam perdagangan dan industri," jelasnya.
Terobosan yang akan dilakukan pemerintah, menurut Fahri haruslah sebuah terobosan maju yang dapat membuat Batam lebih fleksibel. Sehingga, dapat menjadikan Batam daerah yang solid, terkelola dengan baik dan mandiri.
Sebab, menurut Fahri jika pemerintah tetap melakukan keinginannya semua aspek akan terganggu, baik itu aspe kekonomi, hukum maupun politiknya.
Pertama, karena ini menyangkut isu ekonomi yang didalamnya ada invetasi yang memerlukan kenyamanan, dan kepastian. Sebab mereka ingin melihat produksi mereka juga dalam jangka panjang bisa stabil.
"Itu yang paling penting sebenarnya. Nanti kita ketahui implikasi dari sinyal dunia usaha ini, mereka (investor) akan kompak kalau negara kita memproduksi ketidakpastian mereka bisa kabur. Jadi, dunia usaha memerlukan kepastian. Karena itu, pemerintah jangan mengambil keputusan yang salah terkait pengelolaan Badan Otorita Batam ini," tuturnya.
Kedua, secara hukum. Fahri melihat ada pelanggaran hukum yang cukup banyak, dan pelanggaran hukum itu hanya bisa di atasi apabila presiden berani mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Tetapi, untuk mengeluarkan Perppu kan perlu argumen seperti keadaan yang memaksa, mendesak dan darurat.
"Saya kira itu tidak ada yang darurat sekarang. Karena itu, secara hukum tidak ada yang akan membenarkan presiden menerbitkan Perppu atau memutuskan dengan Perppu," ucapnya
Tetapi, masih menurut politisi dari PKS itu, kalau mau membuat atau merubah UU, karena ini harus menggabung beberapa UU atau mengantisipasi beberapa kedudukan masing-masing lembaga dalam UU, maka presiden perlu merevisi beberapa UU atau membuat UU baru yang melampaui beberapa UU lainnya.
"Itu pun masih perlu proses di DPR yang tidak bisa cepat. Dan karenanya diperlukan, kalau bisa proposal dulu diajukan tentunya dengan pengkajian mendalam terlebih dahulu, disosialisasikan. Sebab, kalau sekedar mau merubah PP, ini sangat berbahaya sekali karena pasti melanggar hukum. Karena mengatur entitas berbasis UU dengan sebuah PP secara serampangan itu akan menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum yang rawan di Judicial Review, dan lagi-lagi efeknya adalah pada kepastian berusaha di Badan Otorita dan Kota Batam secara umum," kata Fahri lagi.
Terakhir, secara politik tentu namanya bunuh diri kalau presiden menyetujui tindakan ini, dan pasti akan dihajar orang.
Apalagi mendekati Pemilu seperti sekarang ini, pasti jadi bahan kampanye, di sana ada petahana, ada penantangnya.
"Ingat, penantang-penantang ini seperti harmau dia, menunggu kelemahan pemerintah. Nah kalau ada kelemahan, ini akan mereka terkamnya. Nah ini kira-kira kelemahan. Kalau kita perlu mencurigai siapa yang memproduksi kelemahan ini untuk merugikan petahana, atau pemerintah dalam hal ini," ujarnya. (*)