TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memenuhi pemanggilan KPK pada hari ini, Rabu (9/1/2019).
Pria yang kerap disapa Aher itu terlihat di gedung KPK sekira pukul 09.50 WIB.
Di depan gedung lembaga antikorupsi, ia menjelaskan polemik surat-menyurat antara dirinya dengan KPK.
"Ada dua surat yang dilayangkan kepada saya. Pertama tanggal 18 Desember, tapi surat itu antara alamat surat dan yang dituju berbeda. Jadi amplop suratnya ditujukan ke saya tapi isi suratnya bukan untuk saya," ucap Aher.
"Jadi amplop suratnya ditujukan ke saya tapi isi suratnya bukan untuk saya. Maka itu tanggal 19 Desembernya saya balikin lagi. Itu surat pertama," imbuhnya.
Baca: Ahmad Heryawan Janji Datang ke KPK Pukul 10.00 WIB Hari Ini Setelah Dua Kali Mangkir
Lelaki yang mengenakan batik hitam ornamen emas itu mengatakan, surat yang dilayangkan KPK ternyata menuju rumah dinasnya di Bandung.
Sehingga, lanjutnya, proses pengantaran dari rumah dinas gubernur ke rumahnya terjadi hambatan.
"Sampai kemarin saya belum menerima surat tersebut. Oleh karena itu saya tidak datang karena tidak menerima surat," tandas Aher.
Rencananya, Aher bakal dimintai keterangan oleh KPK terkait penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
"Hari ini saya datang untuk menjelaskan kasus Meikarta itu," tutur Aher sebelum memasukki gedung KPK.
Nama Aher sempat disebut dalam surat dakwaan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (19/12/2018).
Dalam surat itu disebut bahwa pada tanggal 23 November 2017 Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan Keputusan Nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Dalam surat tersebut Gubernur Jawa Barat mendelegasikan pelayanan dan penandatanganan rekomendasi untuk pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi kepada Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan keputusan gubernur tersebut, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi.
Perihal rekomendasi pembangunan Meikarta yang menyatakan bahwa Pemprov Jawa Barat memberikan rekomendasi bahwa rencana pembangunan Meikarta dapat dilaksanakan dengan catatan beberapa hal yang harus ditindaklanjuti oleh Pemkab Bekasi, sesuai dengan hasil rapat pleno BKPRD Jawa Barat pada tanggal 10 November 2017.
KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.
Terdapat empat orang yang saat ini menjadi terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, yakni Billy Sindoro, Taryudi, Fitradjaja Purnama, dan Henry Jasmen Sitohang.