TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak diberlakukannya rekam biometrik sebagai persyaratan mengurus visa bagi calon jamaah umrah oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia per 17 Desember 2018 lalu, terindikasi banyak calon jamaah yang kesulitan mendapatkan visa dikarenakan sulitnya akses menuju kantor Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel guna melakukan rekam biometrik yang lokasinya sangat jauh dari domisili calon jamaah.
Akibatnya, hal ini berdampak pada pemberangkatan calon jamaah yang harus mundur atau tertunda dari jadwal yang sudah diatur oleh Panitia Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
"Dengan tertundanya keberangkatan jamaah, secara otomatis, tiket penerbangan yang seyogyanya untuk pemberangkatan dan pemulangan jamaah jadi hangus. Dan mau tidak mau, hal itu menjadi tanggung jawab penyelenggara karena sudah melakukan booking seat pada maskapai yang akan digunakan. Tak hanya itu, akomodasi hotel tempat jamaah menginap di Saudi Arabia baik Mekkah atau Madinah juga hangus jika jamaah tidak datang tepat pada waktu yang telah dibooking kan," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Permusyawaratan Antarsyarikat Travel Haji dan Umrah Indonesia (PATUHI) Muharom Ahmad di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Muharom memperkirakan, sejak diberlakukannya rekam biometrik, para PPIU telah mengalami kerugian hingga Rp30 miliar.
Baca: Data Biometrik Sulitkan Jemaah Umrah, Menag Sudah Komunikasikan ke Pemerintah Arab Saudi
Jumlah tersebut berasal dari proses yang memakan waktu lama dan pengunduran waktu terbang hingga booking hotel jamaah selama di Saudi Arabia.
"Keseluruhan belum ada. Tetapi perkiraan kami saat ini, sudah ada sekitar 2.000 jamaah yang tertunda keberangkatannya akibat kesulitan rekam biometrik tersebut," katanya.
"Jika diperhitungkan, harga tiket perjamaah itu dikisaran Rp12-13 juta, ditambah biaya hotel yang hangus pada dua malam pertama dari tanggal booking Rp2 juta, maka rata-rata PPIU mengalami kerugian Rp15 juta per jamaah. Jika dikalikan 2.000 jamaah, maka sudah mencapai Rp30 miliar," terang Muharom.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina PATUHI Joko Asmoro menegaskan, jika kebijakan ini tetap diberlakukan, tentunya akan sangat menyulitkan calon jamaah.
"Yang ada dari kami, daripada kami terus merugi dan jamaah kesulitan, kami akan menghentikan pemberangkatan ibadah para calon jamaah agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi. Inilah sebagai bentuk dan rasa prihatin kami serta tanggung jawab moral kepada calon jamaah Indonesia," tegasnya.
Menurut Joko, karena biasanya para PPIU ini telah mengatur dan menyiapkan jadwal akomodasi baik penerbangan, hotel dan katering sampai akhir program penyelenggaraan ibadah umrah di bukan Syawal setiap tahunnya.
"Jadi, dengan kejadian ini, sekarang harus kita batalkan semua hingga sebulan ke depan. Kalau tidak, resikonya sangat besar. Sebelumnya, mengenai kerugian ini, telah kita sampaikan langsung kepada Kepala Kamar Dagang Kota Mekkah di Saudi Arabia," katanya.
"Jadi bukannya hanya sisi pengusaha Indonesia saja yang akan mengalami kerugian, melainkan juga pengusaha di Saudi Arabia termasuk maskapai penerbangan yang akan mengangkut jamaah. Hal ini harus dipahami bersama, karena di luar kemampuan kami. Dan kami tak ingin masyarakat muslim Indonesia yang ingin melaksanakan ibadah Haji dan Umrah dirugikan," tandas Joko.