TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pejabat di Istana Kepresidenan saling lempar saat ditanya awak media tentang pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada I Nyoman Susrama, terpidana yang menjadi otak pembunuhan berencana wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, pada 2009 silam.
Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas II B Bangli Made Suwendra membenarkan adanya pemberian grasi dari Presiden Jokowi untuk terpidana Susrama.
"Iya benar," ujarnya saat dikonfirmasi Tribun Bali, Senin (21/1/2018).
Menurut Suwendra, grasi yang diberikan kepada Susrama adalah perubahan hukuman dari pidana seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
"Grasi yang didapat adalah perubahan hukuman. Dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman sementara. Hukuman sementara itu menjadi 20 tahun dari pidana penjara seumur hidup," kata dia.
Baca: Hakim Kabulkan Gugatan Cerai, Hak Asuh Gempita Noura Marten Ada di Gisella Anastasia
Saling lempar
Saat dikonfirmasi lebih jauh mengenai grasi ini, para pejabat di Istana Kepresidenan saling lempar. Sekretaris Kabinet Pramono Anung meminta wartawan untuk bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Tanya Pak Mensesneg. Grasi urusannya Mensesneg," kata Pramono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Sementara itu, Mensesneg Pratikno juga enggan menjawab pertanyaan wartawan seputar pemberian grasi ini. Dia meminta awak media bertanya kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Yasonna terkait hal ini.
"Tanya Menkumham-lah ya. Tadi saya sudah ditelepon Menkumham, 'Kalau tanya, suruh tanya ke saya'. Jadi Pak Menkumham tahu parameternya," kata Pratikno.
Baca: Gisella Anastasia Resmi Menjanda, Singgung Seledri di Giginya Sebelum Sidang
Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo juga menyampaikan jawaban yang sama saat ditanya soal grasi untuk Susrama. "Coba tanya ke Menkumham, saya belum dapat info detailnya," kata Johan.
Namun, Menkumham yang ditemui wartawan di kantornya, Selasa malam kemarin, juga setali tiga uang, enggan bicara soal pemberian grasi untuk Susrama itu.
Usai menjelaskan panjang lebar mengenai pembebasan Abu Bakar Ba'asyir yang masih dikaji, ia langsung berjalan cepat ke mobilnya. Ia enggan menanggapi wartawan yang bertanya soal topik lain, termasuk mengenai grasi untuk Susrama.
AJI: Dicabut atau dianulir
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyesalkan langkah Jokowi memberikan grasi terhadap I Nyoman Susrama. AJI menilai pemberian grasi ini sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.
"Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat," kata Ketua AJI Denpasar Nandhang R Astika.
Nandhang menjelaskan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa tahun 2010 silam menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.
Sebab, sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.
AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.
Baca: KBRI Wellington Dorong Kopi Nusantara Jadi Single Origin di Selandia Baru
"Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," kata Nandhang.
Nandhang menegaskan, meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU Nomor 22 Tahun 2002 dan perubahanya dalam UU Nomor 5 Tahun 2010, seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.
"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," kata Nandhang.
Karena pemberitaan
Kasus pembunuhan Prabangsa ini berhasil diungkap polisi meskipun para pelaku telah berupaya keras menghilangkan jejak.
Eksekusi terhadap korban dilakukan di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 Wita, pada 11 Februari 2009. Susrama menjadi aktor intelektual dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa ini.
Pembunuhan diduga terkait pemberitaan kasus dugaan penyimpangan proyek di dinas pendidikan dalam pembangunan sekolah TK Internasional di Bangli.
Baca: Empat Tahun Jokowi-JK, Utang Pemerintah Indonesia Membengkak 40,96 Persen Jadi Rp 4.418,3 Triliun
Susrama memerintahkan dua anak buahnya untuk menghabisi korban di belakang rumahnya. Mayat korban kemudian dibuang di tengah laut Padangbai, Klungkung.
Mayatnya kemudian ditemukan mengambang di laut Padangbai, Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan.
Laporan: Ihsanuddin
Artikel ini tayang sebelumnya di Kompas.com dengan judul: Pejabat Istana Saling Lempar soal Grasi Jokowi untuk Pembunuh Wartawan