Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan yang menjerat terdakwa pengusaha Tamin Sukardi.
Pada Kamis (7/2/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi Helpandi, selaku panitera pengganti pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan.
Dalam persidangan, Helpandi mengaku pernah dihubungi Tamin.
Baca: BSSN Luncurkan Website Pendeteksi Ancaman Siber Khusus Malware
Helpandi menjelaskan, Tamin meminta agar mengupayakan anggota majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada Tamin.
Dalam pembicaraan melalui telepon, Tamin menggunakan istilah double B.
"Saya diberi tahu Ibu Sudarni (staf Tamin,-red), maksudnya double B itu bebas. Di pleidoi, memang Bapak Tamin mintanya bebas," ujar Helpandi, saat memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (7/2/2019).
Dalam perkara ini, Tamin Sukardi bersama-sama dengan Hadi Setiawan alias Erik didakwa menyuap hakim Merry Purba melalui Helpandi sebesar 150.000 dollar Singapura.
Baca: Perludem Rilis 14 Nama Baru Caleg Mantan Napi Korupsi, KPU: Kita Lebih
Selain kepada Merry, Tamin Sukardi juga berencana memberikan uang 130.000 dollar Singapura kepada hakim Sontan Merauke Sinaga.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, terungkap rangkaian peristiwa yang berujung pada operasi tangkap tangan hingga penggunaan kode yang digunakan untuk mengelabui para penegak hukum.
Ini diawali dari Tamin selaku terdakwa di kasus pengalihan tanah negara miilik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar eks HGU PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvitia Kecamatan Labuhan Deli Serdang yang mengajukan permohonan pengalihan status tahanan, dari tahanan rutan ke tahanan rumah dengan alasan medis.
Baca: Vadi Akbar Bagikan Ilmu Menghadirkan Rancangan Akustik Masjid yang Terbaik
Selanjutnya, panitera pengganti Helpandi menyerahkan draf pengalihan status tahanan kepada tiga hakim yakni Merry Purba, Sontan Merauke Sinaga dan Wahyu Prasetyo Wibowo.
Dalam membicarakan pemberian uang, dibuat kode-kode khusus. Setidaknya ada enam kode yang dibuat.
"Kode Wayan untuk Wahyu Prasetyo Wibowo selaku Wakil Ketua Pengadilan Negeri Medan dan Ketua Majelis Hakim Perkara Nomor : 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn," ungkap jaksa KPK, Luki Nurgoho di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selanjutnya kode pohon untuk uang, kode Baibaho untuk Ketua Pengadilan Negeri Medan, kode asisten untuk hakim anggota.
"Ada juga kode Danau Toba, Dtoba, Dantob, Batak untuk Sontan Merauke Sinaga, terakhir kode Ratu Kecantikan untuk Merry Purba," terang jaksa Luki Nugroho.
Dalam perkara ini Tamin dan Hadi didakwa telah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentabf Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.