Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam penanganan perkara dugaan suap pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2017-2018 di Kementerian PUPR, KPK menyita sejumlah barang bukti.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, barang bukti itu berupa mata uang Rupiah ataupun valuta asing senilai Rp11,2 miliar, SGD23.100, dan USD138.500.
"Penyidik telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah uang yang diduga mengalir pada sejumlah pejabat di Kementerian PUPR terkait proyek SPAM," kata Febri kepada wartawan, Rabu (13/2/2019).
Kata Febri, uang-uang yang disita tersebut terdiri dari sejumlah uang yang ditemukan saat kegiatan tangkap tangan pada 29 Desember 2018 lalu.
Baca: SBY Ucapkan Terima Kasih ke Jokowi yang Beri Dukungan untuk Ibu Ani
"Dan pengembalian dari 16 orang pejabat di Kementerian PUPR baik yang menjadi tersangka ataupun saksi, seperti PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) di beberapa proyek-proyek penyediaan air minum pada sejumlah daerah," jelas Febri.
KPK menduga masih terdapat aliran dana lain pada sejumlah pejabat terkait kasus SPAM ini.
"Oleh karena itu, KPK mengingatkan pada semua pihak yang pernah menerima aliran dana tersebut agar secara kooperatif mengembalikan pada KPK. Sikap kooperatif akan dihargai secara hukum," imbau Febri.
Baca: Sandiaga Uno Dianggap Sandiwara saat Bertemu Petani Bawang di Brebes, Guntur Romli: Apa Gak Malu
Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018, KPK menetapkan 8 orang tersangka di antaranya 4 petinggi perusahaan diduga sebagai pihak pemberi suap yakni Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE) Budi Suharto (BSU), Direktur PT WKE Lily sundarsih (LSU), Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma (IIR), dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Kemudian, 4 orang pejabat Kementerian PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap di antaranya Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE), PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah (MWR), Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin (DSA).
Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Kemudian, 2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun rinciannya yakni Anggiat menerima Rp350 juta dan 5.000 dolar Amerika untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur. Meina menerima Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan Katulampa.
Adapun tersangka Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Tersangka Donny Sofyan Arifin sejumlah Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya.
Adapun selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Adapun proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp210 miliar.
PT WKE dan PT TSP diinta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK. Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.