News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

Wawancara Komjen Pol Arief Sulistyanto Terkait Pemecatan 13 Taruna Akpol

Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kalemdiklat Polri Komjen Pol Arief Sulistyanto berbincang terkait pemberhentian 13 Taruna Akpol di Jakarta, Rabu (13/2/2019). TRIBUNNEWS/DOMUARA AMBARITA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademi Kepolisian (Akpol) pemberhentian 13 taruna atau mahasiswanya atas kasus yang sudah mengendap dua tahun, penganiyaan yang menewaskan taruna tingkat II bernama Muhammad Adam pada 2017 silam.

Adalah Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri –-membawahkan lembaga pendidikan Polri termasuk Akpol-- Komjen Pol Arief Sulistyanto sosok penting di balik pemecatan di antaranya dua anak jenderal.

Masalah penanganan penyidik KPK Novel Baswedan, kasus hoaks Ratna Sarumpaet pun diulas blak-blakan dalam wawancara eksklusif Tribun Network dengan mantan Kabareskrim tersebut, di ruang kerjanya, Lemdikpol, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (13/2/2019) siang.

Tanya: Kasus penganiayaan oleh senior Akpol yang menewaskan taruna tingkat II bernama Muhammad Adam terjadi dua tahun lalu, pada 18 Mei 2017. Mengapa baru, Senin (11/2) lalu tindakan pemberhentian diambil pihak Akpol?

Jawab: Ke-13 taruna itu sudah terpidana statusnya, dan keputusan menjadi perwira ada di tangan presiden. Seandainya sampai presiden menandatangani (kelulusan perwira, red), itu bahaya.

Baca: Keluarga Minta Polisi Lacak CCTV Ungkap Kasus Pembunuhan Fitri Suryati

Jadi ini jadi momentum bagi saya sebagai Kalemdiklat Polri serta memberikan warning kepada para taruna, yang menurut saya, Akpol itu awal dari pembentukan perwira Polri di masa depan.

Seperti tercantum dalam pasal 21 ayat 1 huruf G UU nomor 2 tahun 2002, bahwa untuk diangkat menjadi anggota Polri itu tidak boleh melakukan tindak pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Selanjutnya harus memberikan efek deterensi. Ini (kekerasan) sudah bertahun-tahun dilarang, tapi kok terjadi lagi terjadi lagi? Harus ada efek deteren. Maka saya sampaikan yang jelas dasar hukum yang paling kita jadikan pedoman digelar sidang dewan akademik.

Apakah ini salah satu terobosan anda setelah pindah dari Kabareskrim ke Lemdiklat?
Dua minggu yang lalu, sejak 22 Januari 2019, saya dilantik sebagai Kalemdiklat, saya kemudian melaporkan masalah ini pada Kapolri. Dengan adanya kejadian ini, pasti ada efek jika tidak dilakukan kepastian hukum.

Apa efeknya? Pertama kehidupan taruna itu sendiri. Ini sudah melakukan pemukulan, sampai meninggal dunia, kok masih seolah-olah masih ditoleransi.

Baca: Seusai Digugat Cerai, Gading Marten Kembali ke Rumah Pertama: Balik ke Rumah Bapak, Malunya Double

Kedua, sebelum kejadian ini tentu ada kejadian-kejadian lain yang serupa.
Ketiga ini sudah keputusan kasasi, tentu ini ada upaya hukum yang luar biasa yang bisa dilakukan para taruna itu, yaitu Peninjauan Kembali.

Tetapi PK itu tidak menghalangi pelaksanaan ekeskusi putusan pengadilan.

Maka saya laporkan kepada Pak Kapolri saat baru dua hari jadi kalemdiklat, salah satu yakni soal 14 taruna (1 taruna pelaku utama telah lebih dahulu diberhentikan) ini, harus segera ditindaklanjuti supaya ada kepastian hukum.

Saya mohon izin ke kapolri untuk selesaikan masalah ini, karena Ini tidak baik buat akademi kepolisian. Institusi akan jaga pinpinan, seandainya keputusan yg saya ambil kemudian berdampak, biarlah dampak itu kepada saya.

Apakah anda mengetahu kasus ini sejak awal?

Saya, waktu kasus itu, tahun 2017, menjabat Asisten SDM Polri.

Saya temui Wakapolri, ditugasi langsung ke Semarang terima paparan dan akhirnya ada kesimpulan bahwa ini suatu tindakan yang tidak bisa dibenarkan.

Dalam peraturan kehidupan taruna yang disebut dengan perekrutan itu, salah satu larangan keras di dalam pembinaan taruna yaitu melakukan tindakan kekerasan terhadap siapa pun.

Apalagi senior kepada junior dan ini sampai meninggal dunia, sehingga keputusan pertama yang diambil adalah mencopot lalu melakukan suatu proses hukum karena korban sampai meninggal dunia, dan berjalanlah itu dalam proses pengadilan.

Pelaku ada 14, mengapa 13 orang baru diberhentikan belakangan?

Dalam perjalanan hukum di pengadilan, dilanjutkan dengan sidang dewan akademik, dan diputuskan yang 1 melakukan pemukulan langsung diberhentikan secara tidak hormat, kemudian yang 13 melakukan upaya hukum, tapi ternyata MA menguatkan.

Nah karena banding menguatkan, dilakukan kasasi. Dalam proses itu, sidang dewan akademik memberikan kesempatan, siapa tahu mereka tidak bersalah. Proses terus berjalan, sampai dengan proses kasasi, yang jelas sebulan yang lalu, kasasi Mahkamah Agung memperkuat.

(Catatan redaksi: Terdapat 14 orang yang terjerat kasus kematian Muhammad Adam alias Nando (21 tahun). Pelaku utama, CAS telah dikeluarkan dari Akpol pada sidang Dewan Akademik Akpol pada Juli 2018 silam. Kemudian 13 taruna berinisial MB, GJN, GCM, RLW, JEDP, dan RAP. Lalu ada IZPR, PDS, AKU, CAEW, RK, EA, dan HA, diberhentikan Senin, 11 Februari 2019)

Jika ada bertanya, mengapa Anda tega atau berani memecat 13 taruna tersebut. Bagaiman penjelasan anda?

Apa yang kita lakukan ini untuk meberikan satu kepastian hukum, dan demi masa depan para taruna ini.

Kalau tidak segera diberikan kepastian hukum, bayangkan dia sudah dua tahun menunggu.

Dengan ada kepasyian hukum, dia akan menentukan sikap karier apa yang akan diambil. Akhirnya saya serahkan kepada Gubernur Akpol Irjen Rycko Dahniel Amelza.

Sebagian orang mungkin beranggapan anda terkesan sangat berani dan tegas mengambil tindakan ini. Apa pertimbangnnya?

Saya berpikir ini jadi suatu momentum yang baik bagi saya sendiri sebagai kalemdiklat, serta ini memberikan warning kepada taruna.

Yang menurut saya akpol itu awal dari pembentukan calon pemimpin polri masa depan.

Jadi, apakah langkah ini semacam pembenahan Lembaga Pendidikan Polri, terutama Akpol?

Kalau ini tidak dibenahi, ini taruhannya masa depan polri. Berbagai macam latar belakang ini yg disamakan semua.

Akpol itu institusi terbaik untuk menciptakan perwira. Akpol ini muird-muridnya dididik menjadi pemimpin.semua harus diserahkan tanggung jawabnya ke institusi pendidikan.

Saya sebagai kalemdiklat harus menjamin seluruh proses, berlangsung dengan baik, dengan benar, dan terjaga dengan benar. Ini tugas yg sangat mulia. Kita akan menyiapkan pemimpi-peimpin polri yang sangat baik, menciptakan pemimpin-pemimpin yang berkualitas.

Kalau tidak disiapkan ini dengan baik, aspek knowledgenya, mereka akan tergerus dengan tantangan zaman ini. Termasuk bagaimana membangun tradisi kehidupan taruna dengan era saat ini. Pengasuhnya ini jauh dengan saya dan gubernur akpol secara umur.

Kita tidak ingin anak-anak ini, dia berasal dari generasi milenial. Ternyata pembinanya berasal dari generasi yg tertekan, dan ketika mereka berada di luar. Bulan depan, saya akan kumpulkan para pembina, brain storming apa yg kita lakukan. Tidak hanya memberikan knowledge saja.

Apakah anda memperhitungkan risiko membehentikan ke-13 taruna, yang katanya juga ada anak jenderal di dalamanya?

Setiap keputusan pasti ada risikonya, dan saya tidak ingin gara-gara kita ragu-ragu mengambil risiko menjadi suatu yang tidak menentu, dan kapolri pun sudah siap mengambil risiko.

Betulkah informasi yang menyebut ada taruna yang diberhentikan itu, orangtunya petinggi?
Ada dua anak jenderal, dan dua anak Komisaris besar.

Apakah ada permohonan mungkin dari orangtua mereka, supaya anaknya tidak dicopot?

Siapa pun orangtuanya, dan apa pun kedudukannya, latar belakangnya tidak mengehendaki anak-anaknya dikeluarkan di akpol.

Secara formal, apakah mereka ada yang menghubungi atau berkirim surat kepada kapolri atau Kalemdikpol untuk anaknya tidak dicopot?

Saya belum lihat itu sih, tapi gejala-gejala itu mungkin ada.

Pemberhentikan 13 taruna ini semakin menguatkan kesan di luar, menyebut anda jenderal tidak neko-neko dan bersikap tegas. Betulkah itu?

Ketika sudah masuk ke lembaga kepolisian, Ini kan kita di lembaga pendidikan yang harus membentuk integritas dan profesionalitas para perwira, semua harus diselesaikan secara aturan.

Kalau aturan itu audah diberikan, ya harus ditegakkan. Kalo aturan dibuat untuk tidak ditegakkan, itu bukan aturan namanya, tapi anomali. Ini kan sudah berjalan cukup lama, hampir dua tahun.

Walaupun saya anaknya guru, misalnya, pasti bapak saya tidak akan rela kalau saya berada di posisi itu. Orangtua ingin berjalan baik-anak ini.

Kira-kira apa risiko terburuknya dari diberhentikan 14 taruna ini?

Risiko terburuknya mereka akan menggugat, kan sudah banyak, melalui PTUN, melalui PK, itu aja risikonya, sehingga kita tidak ragu-ragu.

Saya sampaikan ada upaya hukum seandainya PK nanti putuskan mereka tidak bersalah dan mereka masuk kembali, ya silakan. Karena pernah ada kejadian seperti itu.

Apakah mungkin ke-13 ini masih bisa masuk Akpol?

Masih ada celah hukum, untuk ini pun masih ada PK. Hanya memang yang dibangun sekarang adalah meyakinkan bagaimana para taruna ini calon oemimpin masa depan. Saya berad di 1.134 taruna.

Yang saya bayangkan sekarang, 35 tahun ke depan dihadapan saya ini ada calon2 kapolri, kalemeiklat, kabareskrim, yg akan duduk dan memberikan pengarahan seperti saya sekarang ini.

Namun bila ada keberatan dan ada keinginan keluarga mencari keadilan bisa melakukan upaya hukum.

Kalau menang di PK, mereka bisa kembali menjadi taruna Akpol. Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya, seangkatan kami, Akpol 1987. Saat itu, rekan mereka yang terlibat kasus pun dipecat. Tapi karena putusan hukumnya menyatakan dia tidak bersalah, boleh lagi masuk Akpol.

Mengenai jabatan. Anda hanya 5 bulan menjabat sebagai Kabarskrim, lalu saat ini Kalemdikpol. Apakah anda sangat enjoy pada bidang saat ini?

Saya di mana saja sangat enjoy, saya tidak pernah merasa tertekan. Ini blessing. Hitung-hitung meneruskan profesi ayah saya seorang guru. Saya memang sejak dulu ingin urusi SPN atau Akpol. Eh tidak tercapai, tapi malah jadi Kelamdikpol.

Dengan peran yang cukup banyak, SPN di mana2, seberapa strategis jabatan kalemdiklat ini?

Saya melihatnya sebagai tugas mulia dari sisi spiritual. Ini juga saya manfaatkan, kenapa karena kita menurunkan ilmu. Kalau mereka jadi polisi-polisi yang baik, itulah amal jariyah. (tribunnews.com/Reza Deni/Domu D Ambarita)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini