TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasubdit Pembimbingan dan Pengawasan, Direktorat Bimkemas dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Lenggono Budi mengatakan pihaknya telah berupaya mengatasi masalah kelebihan kapasitas di lapas dan rutan seluruh Indonesia dengan berbagai cara.
Satu di antara upaya yang dilakukan Ditjen PAS adalah dengan membangun lapas dan rutan baru.
Namun ia mengatakan, biaya pembangunan sebesar Rp 250 miliar per lapas dan rutan menjadi kendala dalam solusi tersebut.
Hal itu disampaikannya saat diskusi ICJR bertema "Mencari Solusi Penjara Penuh" di Cikini, Jakarta Pusat pada Rabu (27/2/2019).
"Pertama berupaya melalui Bapennas untuk membangun lapas dan rutan baru. Tetapi muncul masalah. Ketika membangun lapas dan rutan baru, biayanya minimal idelanya lapas dan rutan itu Rp 250 miliar. Itu diluar lahan," kata Lenggono.
Baca: Keributan di Lapas Perempuan Denpasar Kadang Terjadi karena Hal Sepele, Penghuninya Jambak-jambakan
Meski terkait lahan pihaknya bisa meminta hibah lahan dari Pemda namun pihaknha tidak bisa serta merta menerimanya karena sejumlah aspek.
"Karena untuk pembangunan lapas dan rutan harus ada syarat-syarat tertentu, antara lain akses jalan, akses listrik, dan areanya tidak dekat dengan area yang mudah kebakaran dan banjir," kata Lenggono.
Ia mengatakan, pihaknya juga telah berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan merenovasi lapas dan rutan untuk menambah kapasitasnya.
Namun, persoalan anggaran lagi-lagi jadi masalah.
"Dari Bapennas misalnya turun anggaran terkait dengan renovasi menambah kapasitas tingkat hunian. Yang tadinya kapasitasnya seratus bisa ditingkatkan menjadi 200. Ini pun memerlukan anggaran. Sedangkan Bapennas tidak hanya mengurus lapas dan rutan. Banyak sekali urusan terkait alokasi anggaran yang masuk ke prioritas anggaran misalnya," kata Lenggono.
Baca: Fotonya Pakai Kaus Berlogo Palu Arit Viral, Kaesang Pangarep Buktikan Ini dan Bahas Soal Akal Sehat
Ia mengatakan, penambahan kapasitas tersrbut juga menimbulkan masalah lain yakni membengkaknya anggaran terkait makanan untuk para terpidana.
Bahkan menurutnya, hingga saat ini pihaknya harus berhutang pada pihak ketiga untuk menutupi besarnya anggaran tersebut.
"Membengkak terkait dengan bahan makanan. Sampai saat ini harus berhutang pada pihak ketiga. Padahal, untuk per orang narapidana maupun tahanan itu relatif kecil. Hanya Rp 15 ribu. Tapi alhamdulillah untuk indeks harga per varian sudah naik sampai dengan sekitar Rp 30 ribu per area," kata Lenggono.
Lenggono mengatakan, sampai 26 Februari 2019 tercatat terdapat 257.620 narapidana yang tersebar di seluruh lapas dan rutan di Indonesia.