News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejumlah Lembaga Penyandang Disabilitas Minta DPR Percepat Pembahasan RUU PKS

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (biru), Diah Pitaloka (coklat), dan I Gusti Agung Putri Astrid (putih) berfoto bersama dengan lembaga perhimpunan penyandang disabilitas usai audiensi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2019)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Jumat (8/3/2019) bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, sejumlah lembaga perhimpunan penyandang disabilitas melakukan audiensi ke Komisi VIII DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Mereka mendesak agar Komisi VIII DPR RI segera membahas dan menyelesaikan RUU (Rancangan Undang-undang) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Baca: Studi: Indonesia Negara yang Tidak Aman bagi Perempuan

Lembaga-lembaga tersebut menganggap RUU PKS mampu menyelesaikan keresahan yang dialami penyandang disabilitas yang selama ini seperti tidak mendapat hak yang semestinya di mata hukum dalam kasus-kasus kekerasan seksual.

Mereka pun ditemui tiga anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus anggota Panja (Panitia Kerja) RUU PKS yaitu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Diah Pitaloka, dan I Gusti Agung Putri Astrid.

Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia, Yeni Rosa Damayanti mengatakan bahwa RUU PKS ini memberikan banyak jaminan bagi penyandang disabilitas di mata hukum daripada UU KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

“Misal dalam RUU PKS memberatkan hukuman bagi pelaku jika korbannya adalah penyandang disabilitas, aspirasi kami tersampaikan melalui RUU ini, oleh karena itu kami mendesak untuk segera dibahas dan disahkan,” ujarnya.

Selain itu dirinya juga menyampaikan sejumlah masukan agar RUU PKS semakin melindungi penyandang disabilitas dari kekerasan seksual.

“Kita lihat KUHP terlalu kaku dengan istilah ‘terpaksa’ dalam mendefinisikan kekerasan seksual, padahal seperti yang diceritakan tadi bahwa ada penyandang disabilitas yang di bawah pengaruh obat ketika pelecehan terjadi, lalu penyandang disabilitas selalu tak berdaya ketika dilecehkan karena ada perasaan takut dan lain-lain,” jelasnya.

Menjawab masukan itu Rahayu Saraswati sebagai pimpinan audiensi meminta kepada lembaga perhimpunan penyandang disabilitas untuk melanjutkan lobi kepada pimpinan-pimpinan fraksi di DPR RI sebelum pembahasan di Panja dan Komisi VIII DPR RI dimulai.

“Kami memastikan bahwa semua proses sudah berjalan, draft RUU PKS sudah sampai kepada kami, tapi pembahasan baru bisa dilakukan mulai Mei 2019 karena antre dengan RUU lain yang terlebih dahulu sudah masuk prolegnas,” jelas Saras.

Baca: Hari Perempuan Internasional, Google Hadirkan 13 Quote dari Tokoh Perempuan Dunia

“Dengan begitu kami harap rekan-rekan sekalian membantu kami dengan melakukan lobi dengan pimpinan fraksi di DPR RI agar mereka juga mendorong pembahasan RUU PKS segera diselesaikan, karena percayalah kepada kami setiap fraksi pasti memiliki pemahaman yang berbeda-beda,” tegasnya.

Lembaga perhimpunan yang ikut dalam audiensi iti antara lain Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia (PJSI), Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI), Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), dan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini