TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (12/3/2019), menggelar sidang kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa.
Berdasarkan pemantauan, Idrus duduk di kursi terdakwa.
Dia memakai kemeja batik lengan panjang berwarna biru dan celana kain berwarna hitam.
Di awal persidangan, majelis hakim menanyakan mengenai kondisi kesehatan Idrus.
Baca: KPK Telisik Keterkaitan Kasus Eni Saragih dengan Kasus Samin Tan
Kemudian sidang berlanjut pada pemeriksaan terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mencecar sejumlah pertanyaan kepada Idrus.
Salah satu pertanyaan mengenai posisi Setya Novanto di Partai Golkar setelah tersangkut kasus korupsi KTP-el.
"Apa yang menyebabkan Novanto selesai pada 2017 dan bukan pada 2019?" tanya jaksa kepada Idrus di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Mantan menteri sosial itu menjawab Setya Novanto sedang diproses hukum atas dugaan korupsi di proyek pengadaan KTP-el.
"Pada waktu itu kita tahu semua Saudara Setya Novanto terlibat e-KTP pada bulan September itu ditetapkan tersangka lalu Setya Novanto mengajukan praperadilan pertama," jawab Idrus.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.