TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Silmy Karim memastikan dirinya dan seluruh jajaran direksi tidak mengenal tiga tersangka pihak swasta, dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2019, yakni Alexander Muskitta, Kenneth Sutardja dan Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro.
Ia juga memastikan dirinya dan jajaran direksi lainnya juga tidak mengenal nama-nama tersebut.
Hal itu disampaikan Silmy saat konferensi pers di Kantor Krakatau Steel, Kuningan Jakarta Selatan pada Minggu (24/3/2019).
"Saya maupun direksi yang lain tadi saya sudah cek, tidak mengenal nama-nama tersebut. Kemudian tidak pernah berhubungan," kata Silmy.
Baca: Dirut Krakatau Steel Pastikan Proses Hukum Wisnu Kuncoro tak akan Mengganggu Pencapaian Target 2019
Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel, yakni Direktur Produksi dan Teknologi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro adalah tindakan individu.
Ia pun mengatakan tidak bisa berkomentar terkait hal-hal yang sifatnya pribadi seperti halnya yang ditanyakan wartawan yakni kaitan besaran gaji direksi dan masih adanya suap yang melibatkan salah satu direksi di PT Krakatau Steel.
"Jadi saya tidak bisa berkomentar mengenai hal yang sifatnya pribadi. Saya pikir sudah banyak kasus di mana faktor gaji tidak menjadi dasar atau linier terhadap satu kejadian yang melanggar hukum. Tapi di sini tentunya kami sangat menyayangkan hal tersebut," kata Silmy.
Ia mengatakan, kejadian penangkapan Wisnu oleh KPK menjadi semangat jajaran Direksi PT Krakatau Steel untuk menertibkan hal-hal yang kurang baik.
"Dan saya yakin di internal sepakat untuk memperslcepat proses transformasi dan proses turn around untuk mengembalikan keadaan di mana memang kita ketahui sudah lama tidak baik performance KS dan kita sekarang ini dalam tahap mulai untuk menyehatkan," kata Silmy.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro dan pihak swasta Alexander Muskitta sebagai tersangka penerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2019 pada Sabtu (24/3/2019).
Selain itu, KPK juga menetapkan dua orang pihak swasta yakni Kenneth Sutardja dan Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro sebagai tersangka yang diduga sebagai pemberi.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menguraikan, pada tahun 2019 Direktorat Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel merencanakan kebutuhan pengadaan alat berat senilai Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar.
Alexander sebagai pihak swasta kemudian menawarkan projek tersebut kepada beberapa rekanan dan disetujui oleh Wisnu.
Alexander kemudian menyepakati commitment fee dengan rekanan yang disetujui untuk ditunjuk yakni PT GK dan PT GT senilai sepuluh persen dari nilai kontrak.
"AMU (Alexander) diduga bertindak mewakili dan mengatasnamakan WNU (Wisnu). Dia meminta uang sebesar Rp 50 juta kepada KSU (Kenneth) untuk PT GK dan Rp 100 juta kepada KET (Kurniawan) untuk PT GT," jelasnya saat konfrensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/3/2019)
Lebih lanjut, Saut menjelaskan pada 20 Maret 2019 Alexander diduga menerima cek Rp 50 juta dari Kurniawan.
Selanjutnya, Alexander diduga juga menerima uang 4 ribu dollar AS dan Rp 45 juta di sebuah kedai kopi di Jakarta dari Kenneth.
Pada 22 Maret 2019, uang sebesar Rp 20 juta diserahkan kepada Alexander kepada Wisnu di kedai kopi daerah Bintaro, Tangerang Selatan.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap mereka, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2019.
Dalam perkara tersebut, Wisnu dan Alexander disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Kurniawan dan Kenneth sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.