News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

‎Masyarakat Nduga Alami Trauma Setelah Peristiwa Pembantaian Pekerja Jembatan Trans Papua

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pastor Jhon Jonga, Dekanat Pegunungan Tengah Jaya Wijaya, anggota tim investigasi Kasus Nduga Papua

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan terhadap pekerja jembatan proyek Trans Papua di Nduga pada 2 Desember 2018 lalu berbuntut panjang.

Hingga saat ini, masyarakat Nduga mengalami trauma mendalam dan berkepanjangan.

Tim investigasi independen yang turun ke lapangan menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM di Nduga akibat dari operasi militer tersebut.

Pastor Jhon Jonga, Dekanat Pegunungan Tengah Jaya Wijaya, anggota tim investigasi mengungkapkan akibat peristiwa tersebut banyak masyarakat yang kehilangan tempat tinggal.

Baca: Ibu yang Dorong Anaknya Keluar dari Mobil Hingga Tersungkur Minta Maaf, Ia Beberkan Alasannya

"Warga Nduga kehilangan tempat tinggal, rumah mereka hancur ketika militer melakukan pengejaran terhadap anggota Tentara Pembebasan Nasional ‎Papua Barat (TPNPB)," ucap Pater John, Jumat (29/3/2019) di Kantor Amnesty Internasional Indonesia (HDI) Hive Menteng, Jakarta Pusat.

Tidah hanya itu, Pater John juga mengungkap puluhan ribu warga terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka di beberapa distrik karena khawatir akan menjadi korban dari operasi tersebut.

Warga yang mengungsi di Distrik Mapenduma diperkirakan mencapai 4.276 jiwa, Distrik Mugi 4.369 jiwa, Distrik Jigi 5.056 jiwa, Distrik Yal 5.021 jiwa, Distrik Mbulmu Yalma 3.775 jiwa, Distrik Kagayem 4.238 jiwa, Distrik Nirkuri 2.982 jiwa, Distrik Inikgal 4.001 jiwa, Distrik Mbua 2.021 jiwa, dan Distrik Dal 1.704 jiwa.

"Sebagian masyarakat mengungsi ke hutan dan bersembunyi di dalam gua menggunakan tenda. Sejak operasi militer dilakukan, anak-anak tidak bisa bersekolah karena mereka mengungsi di hutan. Beberapa ibu-ibu juga terpaksa melahirkan di hutan, mereka kesulitan mengakses pertolongan medis," tutur Pater John.

Baca: Dua Hari Lagi Batas Lapor SPT Tahunan, Simak Pengumuman Terbaru Soal Denda Pajak Ini

Bahkan diungkap Pater John, tim juga menemukan ada korban masyarakat sipil di beberapa kampung.

Diantaranya dua anak sekolah yang ditembak di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga dan beberapa warga sipil yang ditembak lalu menderita hingga meninggal dunia.

"Tidak hanya itu, ada beberapa warga sipil meninggal dunia saat berada di pengungsian. Beberappa warga masyarakat juga sempat dipukul dengan ‎senjata hingga mengalami luka bocor di bagian kepala," ungkap Pater John.

Temuan lainnya, sebanyak 34 gereja ditutup dan dirusak oleh anggota TNI.

Bahkan Gereja SION GKI Mapenduma dijadikan markas TNI.

Akibatnya masyarakat terpaksa beribadah di lokasi pengungsian di hutan.

Baca: Menkeu Beri Kompensasi, Pelaporan SPT Pribadi Diperpanjang Satu Hari

Beberapa puskesmas turut dibakar.

Masyarakat menyampaikan pada tim investigasi bahwa mereka menduga aparat militer juga menjatuhkan bom menggunakan helikopter saat melakukan serangan udara di beberapa distrik.

Bom yang disampaikan warga berbeda dengan keterangan Kodam Cendrawasih Papua yang mengatakan bahan peledak yang diturunkan bukan bom tapi granat berasap‎.

"Menurut tim, harusnya ada pemeriksaan forensik untuk membuktikan kebenaran dari kedua klaim tersebut. ‎Tim juga melihat kondisi balita tidak bisa makan dengan baik saat berada di tempat pengungsian karena tidak ada bahan makanan yang dibutuhkan, yang tersedia di hutan," kata Pater John.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini