TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Investigasi Kasus Nduga Papua berharap kedua kandidat calon presiden dan calon wakil presiden untuk menyelamatkan warga Nduga.
Bukan tanpa alasan, ini karena tim yang turun ke lapangan menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM di Nduga akibat dari operasi militer.
Puluhan ribu masyarakat terpaksa mengungsi di hutan, ibu hamil melahirkan di hutan, gereja rusak hingga anak-anak putus sekolah.
Itu semua karena rumah dan kampung mereka ikut hancur ketika militer melakukan pengejaran terhadap anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
Baca: Pelanggaran HAM di Nduga Tidak Tuntas, Warga Ancam Boikot Pemilu dan Cari Suaka ke Australia
Operasi militer dilakukan pasca pembunuhan brutal terhadap pekerja jembatan PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 silam.
"Kami sangat mengharapkan Bapak Presiden Jokowi atau presiden yang nanti akan terpilih dapat melakukan pendekatan melalui dialog," tutur Pendeta Esmon Walilo, anggota Tim Investigasi Kasus Nduga Papua, Jumat (29/3/2019) di Kantor Amnesty Internasional Indonesia (HDI) Hive Menteng, Jakarta Pusat.
"Kami juga sangat mengharapkan kedua pasangan calon Presiden RI yang akan dipilih menjadi presiden untuk berkomitmen memastikan pendekatan keamanan yang berbasis HAM di Papua, bukan operasi militer yang mengedepankan kekerasan bersenjata," tambah Pandeta Esmon Walilo.
Pendeta Esmon Walilo menuturkan menurut pemahamannya, masyarakat Papua adalah bagian dari NKRI.
Sehingga pendekatan untuk Papua juga harus dilakukan secara keIndonesiaan, berbasis perikemanusiaan yang adil dan beradap bukan pendekatan militer apalagi dengan menjadikan Papua sebagai daerah operasi militer.