Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK menguak misteri soal adanya simbol cap jempol dalam amplop serangan fajar milik Anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso.
"Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," ucap Juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (2/4/2019).
Febri mengatakan, lambang berbentuk jempol itu ditemukan dalam tiga kardus amplop yang sudah dibuka KPK.
Baca: Nama dan Fotonya Dicatut dalam Modus Penipuan, Intan RJ Beri Klarifikasi, Duga Pelaku Orang Dekat
Sejauh ini dari 82 kardus, KPK baru membuka tiga kardus.
Selain itu, ada dua kontainer plastik berisi amplop yang disita KPK dalam kasus tersebut.
Febri belum mau menjelaskan detail bentuk cap jempol itu dan letak cap jempol tersebut di dalam amplop.
"Detailnya saya belum tahu," ujarnya.
Katanya, dari tiga kardus itu, KPK menemukan uang berisi Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
Baca: Temukan Cap Jemplop di Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik, KPK Minta Tak Dikaitkan Politik
Jumlah uang telah dihitung sejauh ini mencapai Rp 246 juta dari Rp 8 miliar yang diduga ada di 400 ribu amplop yang disita.
Keberadaan cap jempol dalam amplop milik Bowo Sidik Pangarso tersebut sebelumnya masih menjadi misteri.
Pada saat konferensi pers penetapan tersangka yang digelar di gedung Merah Putih KPK, Kamis, 28 Maret 2019, awak media sempat menanyakan dugaan adanya cap jempol dalam amplop tersebut.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan langsung membantah isu tersebut.
Baca: Padukan Unsur Tradisional dan Modern, Milameilia Signature Usung Tema Sinaran
Saat sejumlah jurnalis meminta amplop dibuka, Febri memberikan penjelasan bahwa bila amplop dibuka maka akan mengubah kondisi barang bukti.
Karena itu, ada prosedur hukum yang mesti dilewati bila ingin membuka amplop itu.
“Kalau dibuka, tentu harus dibuat berita acara dan hal lain-lain yang tidak mungkin bisa dilakukan di ruangan ini,” kata Febri saat mendampingi Basaria dalam konferensi pers.
Sekadar informasi, Bowo Sidik ditetapkan tersangka oleh KPK karena menerima suap dan gratifikasi.
Dia diduga menerima suap sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130 atau sekira Rp 1,2 miliar dari Marketing Manajer PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.
Suap diberikan kepada Bowo sebagai bagian dari komitmen fee lantaran dia membantu PT HTK mendapatkan kembali kontrak kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) untuk mendistribusikan pupuk yang diproduksi PT Pupuk Indonesia.
Selain dari PT HTK yang merupakan unit usaha Humpuss Grup milik Hutomo Mandala Putra atau yang akrab dipanggil Tommy Soeharto, Bowo juga diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp 6,5 miliar. Jika ditotal dengan suap dari PT HTK, maka angkanya mencapai Rp 8 miliar.
Baca: Pelatih Persebaya Sudah Tahu Cara Bermain Madura United
Niat Bowo seperti kata KPK, uang Rp 8 miliar yang dipecah kedalam Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu itu bakal digunakan untuk kebutuhan 'serangan fajar'. Karena Bowo akan mencalonkan kembali sebagai anggota DPR periode 2019-2024. Dia merupakan caleg di daerah pemilihan Jawa Tengah II.
Pecahan uang Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu itu tersebar dalam 400 ribu amplop yang kemudian dimasukan kedalam kardus. Jumlah kardus mencapai 84 buah.
Dalam perkara ini, Bowo tidak sendirian. KPK juga menetapkan seorang karyawan PT Inersia bernama Indung dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi, sedangkan Indung berperan sebagai perantara.
Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton. Diduga, Bowo Sidik telah menerima enam kali suap dari PT HTK.