TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak KPK memutuskan membuka mulai membuka satu per satu dari 400 ribu amplop 'serangan fajar' tersangka anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
Hasilnya, ditemukan tanda 'cap jempol' di amplop tersebut.
"Tidak ada nomor urut. yang ada 'cap jempol' di amplop tersebut. Jadi, fakta hukumnya saya jelaskan tadi, kami perlu tegaskan ini bahwa kami hanya bisa berpijak pada fakta hukum yang ada," ungkap juru bicara KPK, Febri Diansyah, kepada wartawan di kantor KPK, Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Dugaan sementara KPK ditambah pengakuan Bowo Sidik, ratusan amplop berisi uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 itu akan dibagi-bagikan ke calon pemilih atau 'serangan fajar' dari Bowo Sidik Pangarso selaku calon anggota DPR periode 2019-2024 pada Pemilu 17 April 2019.
Baca: KPK Kuak Misteri Cap Jempol di Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik Pangarso
Meski begitu, pihak KPK belum merinci arti dan maksud 'cap jempol' pada amplop itu.
"Kalau dugaan keterkaitan penggunaan amplop-amplop tersebut kami buka, akan digunakan untuk serangan fajar untuk kepentingan Pemilu Legislatif, khususnya pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso) di Dapil Jawa Tengah II," kata Febri.
"Jadi, kami tegaskan tidak ada keterkaitan kepentingan-kepentingan lain berdasarkan fakta-fakta hukum yang kami temukan saaat ini," imbuhnya.
Sebelumnya, awak media dan pihak Badan Pemenangan Nasional capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mempertanyakan pihak KPK yang menolak membuka amplop-amplop di dalam puluhan kardus secara acak saat jumpa pers OTT Bowo Sidik Pangarso.
Saat itu, petugas KPK hanya menunjukan beberapa sampel amplop.
Febri menjelaskan, pihaknya membuka satu per satu dari 400 ribu amplop tersebut untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap dalam kerja sama penyewaan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) oleh PT Pupuk Indonesia Logistik untuk pengangkutan pupuk.
Tim penyidik ingin mengecek dan menghitung barang bukti uang di 400 ribu amplop tersebut yang semula diperkirakan berisikan Rp 8 miliar.
Sejauh ini, pihak KPK baru membuka amplop-amplop di tiga dari 82 kardus dan 2 kontainer.
Hasilnya, amplop-amplop tersebut berisi uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu dengan total uang sebesar Rp 246 juta.
Setidaknya masih ada ratusan ribu amplop lainnya di 79 kardus dan 2 kontainer yang belum dibuka.
"Kami akan buka semua. Memang butuh waktu yang cukup lama hinga kami baru bisa menyampaikan informasi secara bertahap selama proses penyidikan kasus ini berjalan," kata Febri.
"Diduga untuk proses memasukkan uang ke dalam amplop-amplop itu saja membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Itu dari informasi yang kami dapatkan. Kami harap proses penghintungannya bisa lebih cepat," imbuhnya.
Kasus dugaan suap anggota DPR Bowo Sidik Pangarso berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) tim KPK terhadap orang kepercayaan Bowo Sidik bernama Indung dan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti di kantor PT HTK di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan, pada 2 hingga 3 Maret 2019.
Saat itu, keduanya dicokok tim KPK usai melakukan transaksi dugaan suap dengan barang bukti uang sebesar Rp 89,4 juta. Uang tersebut diduga transaksi ketujuh kali, sebagai fee atas jasa Bowo Sidik membantu PT HTK mendapatkan kembali kerja sama pengangkutan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
Diduga Bowo Sidik meminta jatah fee 2 Dolar AS per metric ton kepada PT HTK dari kerja sama pengangkutan distribusi pupuk tersebut.
Dari enam transaksi penyerahan uang sebelumnya dari PT HTK, Bowo Sidik melalui orang kepercayaannya, indung, telah menerima sebesar Rp 310 juta dan 85.130 Dolar AS.
Dari pengembangan OTT tersebut, pihak KPK menemukan 400 ribu amplop berisi uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu dengan total mencapai Rp 8 miliar.
Amplop-amplop itu berada di dalam 82 kardus dan dua kontainer yang disimpan di enam lemari besi di kantor PT Inersia, Pejaten, Jakarta Selatan. Diketahui, Bowo Sidik dan Indung juga berkantor di perusahaan tersebut.
Diduga Bowo Sidik menyiapkan uang Rp 8 miliar hingga memecahnya dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu dan dikemas di 400 ribu amplop untuk 'Serangan Fajar' dia selaku calon anggota DPR periode 2019-2024 dari Dapil Jateng II.
Dari penelusuran KPK, sumber uang Rp 8 miliar Bowo Sidik berasal dari suap PT HTK sebesar Rp 1,5 miliar dan pemberian gratifikasi sejumlah perusahaan lain sebesar Rp 6,5 miliar.
Bowo Sidik Pangarso dan Indung ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara, Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai pemberi suap. Ketiga tersangka telah ditahan di tempat terpisah. (tribun network/coz)