TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Ketua KPK periode jabatan 2010-2011 Busyro Muqoddas meragukan kesungguhan kepemimpinan lembaga antikorupsi di bawah Agus Rahardjo cs dalam menuntaskan kasus korupsi.
Menurut Busyro, pimpinan jilid IV tidak memiliki keberanian untuk menyelesaikan kasus korupsi yang berkaitan dengan partai politik pendukung pemerintah.
"Saya sih enggak ada harapan di pimpinan ini. Harapannya di pimpinan nanti," kata Busyro kepada wartawan, Jumat (12/4/2019).
Ia menjelaskan, ada dua kasus yang pengusutannya tidak akan menyentuh pelaku utama.
Kasus pertama, kasus dugaan suap seleksi jabatan di Kementerian Agama yang menjerat eks Ketua Umum PPP, Romahurmuziy atau Romy.
Busyro yakin Romy bukan otak di balik praktik kotor tersebut. Pasalnya, Romy tidak memiliki kewenangan untuk menentukan jabatan seseorang di kementerian yang dipimpin Lukman Hakim Saifuddin tersebut.
"Romy itu cluenya saja, inti kasusnya kan jual beli jabatan. Jual beli jabatan bukan pada Romy tapi yang punya otoritas, apa itu? Kemenag. Nah kemenag menterinya PPP, di struktur PPP di bawah Romi," jelasnya.
Kasus kedua, ungkap Busyro, yaitu dugaan suap jasa pengangkutan pupuk Indonesia yang menjerat mantan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Busyro meyakini pimpinan KPK tak berani mengembangkan kasus ini sampai ke level elit partai berlambang beringin.
Baca: Survei SMRC: Mayoritas Masyarakat Puas Atas Kinerja Presiden Jokowi
Padahal, Bowo sudah terang-terangan menyebut Ketua Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Golkar Nusron Wahid. Bowo juga mengakui uang suap untuk 'serangan fajar' pada Pemilu 2019.
Bowo merupakan caleg petahana Golkar dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II. Busyro menduga uang suap yang diterima Bowo bukan hanya untuk keperluan caleg.
"(Suap yang diterima Bowo) Kepentingan Parpol," tegas Busyro.
Busyro mengingatkan bahwa KPK merupakan lembaga independen yang bebas dari kepentingan pilitik manapun.
Karena itu, ia menyarankan Agus Rahardjo cs terbuka bila ingin mendapat dukungan masyarakat.
"Nah kepada kelompok yang memenuhi syarat independensi tinggi itu harus terbuka. Terus KPK butuh dukungan masyarakat sipil enggak? termasuk dari pers. Kan enggak mungkin tidak. Kalau butuh dukungan, berikan hak masyarakat sipil untuk mengetahui," tandasnya.
Sebelumnya, Bowo mengungkapkan bahwa dirinya diminta Nusron Wahid untuk menyiapkan sekitar 400 ribu amplop untuk serangan fajar Pemilu 2019.
"Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu‎ (amplop), Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu (amplop)," kata Bowo usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).
Saat ditanya ratusan ribu amplop tersebut untuk kepentingan Pileg atau Pilpres, Bowo justru kembali menegaskan nama Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tersebut.
"Diminta Nusron Wahid untuk menyiapkan itu," ujar Bowo.
Ketika kembali dikonfirmasi awak media apakah ratusan ribu amplop tersebut untuk Pileg atau Pilpres, Bowo lalu menjawab posisi partainya di pemilu 2019.
"Yang jelas partai kami dukung 01," ucap Bowo sembari bergegas masuk mobil tahanan.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bowo dan anak buahnya, staf PT Inersia bernama Indung sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait distribusi pupuk. Selain Bowo dan Indung, KPK juga menjerat Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti sebagai tersangka.