TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim adhoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba, menjalani sidang pemeriksaan terdakwa.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (11/4/2019).
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengungkapkan adanya komunikasi antara Merry Purba dengan Helpandi selaku panitera pengganti.
Komunikasi itu terjadi pada 21 Agustus 2018 atau hanya beberapa hari sebelum pembacaan putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Pengadilan Tipikor pada PN Medan.
"Saya membaca keterangan terdakwa (Merry Purba,-red) pada tanggal 21 menelepon Helpandi, dikirim berkas?" tanya hakim kepada Merry Purba.
"Saya menelepon Helpandi, tolong diantarkan dulu berkas, lampiran duplik dari penasihat hukum akan dipelajari," jawab Merry.
Baca: Merry Purba Merasa Dikorbankan dalam Kasus Suap
Akhirnya, Helpandi masuk ke ruangan kerja Merry Purba di lingkungan PN Medan. Dia menyerahkan berkas sesuai dengan permintaan Merry.
Namun, wanita yang pernah berprofesi sebagai penasihat hukum itu mengungkapkan tidak ada komunikasi apapun antara dirinya dengan Helpandi.
"Apa yang dibicarakan?" tanya hakim
"Tidak ada. Kami langsung pulang," jawab Merry.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta merasa ada kejanggalan. Sebab, seharusnya yang mengonsep putusan itu adalah Sontan Merauke Sinaga bukan Merry Purba.
Namun, Merry mengungkapkan, alasan meminjam berkas perkara untuk membuat dissenting opinion (DO) terkait perkara tersebut.
"Mau buat konsep DO (Dissenting Opinion,-red)" kata Merry.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta beralasan seharusnya seorang hakim yang menguasai perkara itu akan mengonsep untuk putusan. Namun, mengapa Helpandi, dapat meminta berkas untuk diserahkan kepada Merry Purba.
"Kebiasaan, siapa yang konsep berkas di orang itu bukan di orang lain. Misal di pak Sontan ya pak Sontan mengusai itu, kenapa bisa ini terdakwa minta berkas," ujar hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Akhirnya, Helpandi mengetahui ada salah satu hakim yang akan memutuskan DO terhadap perkara Tamin Sukardi. Lalu, dia melakukan lobi-lobi kepada Tamin Sukardi menjanjikan dapat mengurus perkara tersebut.
Hakim adhoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba, didakwa menerima suap SGD 150.000 dari panitera penganti PN Medan, Helpandi.
Pemberian uang disinyalir agar mempengaruhi Merry membuat putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Pengadilan Tipikor pada PN Medan.