Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, terhadap terdakwa Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf.
"Kami memutuskan mengajukan banding terhadap vonis Irwandi," kata JPU pada KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi, Jumat, (12/4/2019).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf.
Baca: Cegah Konflik Usai Pemilu, Rumah Indonesia Keluarkan Maklumat Keutuhan Bangsa
Irwandi dinyatakan bersalah menerima suap dan gratifikasi.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (8/4/2019).
"Menyatakan terdakwa Irwandi Yusuf, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, dan menerima gratifikasi berkala," kata Ketua majelis hakim, Saifuddin Zuhri, saat membacakan putusan.
Namun, majelis hakim menyatakan Irwandi tidak terbukti secara sah dan bersalah dalam dakwaan ketiga dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Baca: Komite Ormas Katolik Peduli Pemilu Dukung Kerja KPU, Bawaslu Dan DKPP
"Menyatakan terdakwa Irwandi tidak terbukti secara sah dan bersalah dalam dakwaan ketiga. Membebaskan dalam dakwaan ketiga tersebut," kata hakim.
Adapun, dakwaan ketiga yaitu Irwandi sebagai Gubernur Aceh periode 2007-2012 telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Izil Azhar menerima gratifikasi Rp 32 Miliar.
Gratifikasi itu terkait dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh.
Baca: Kekayaan Capres dan Cawapres Diumumkan KPU: Ini Harta Kekayaan Jokowi, Prabowo, Sandiaga, dan Maruf
Selain memvonis selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, hakim juga mencabut hak untuk dipilih Irwandi selama 3 tahun setelah menjalani masa hukuman.
"Pencabutan hak untuk dipilih selama 3 tahun sejak selesai menjalani pidana," kata dia.
Sedangkan, terhadap Hendri Yuzal divonis 4 tahun denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan, Teuku Saiful Bahri divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.