News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

Ada Permintaan Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2019 di Sidney, Ini Jawaban KPU

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU Ilham Saputra saat mencoba mengetes ketahanan kotak suara dengan cara menduduki.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU RI Ilham Saputra mengatakan keputusan soal permintaan pemungutan suara ulang di Sidney, Australia, harus menunggu laporan resmi dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan rekomendasi Bawaslu RI.

Laporan PPLN ialah soal jumlah pemilih di Sydney yang tak bisa menggunakan hak pilihnya karena keterbatasan waktu mencoblos.

"Soal Sidney, kita masih menunggu laporan resmi dari PPLN sana, bagaimana kejadian sebenarnya karena sekarang seakan-akan salah PPLN gitu," ujar Ilham di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2019).

Baca: Kisah WNI di Rusia, Naik Kereta 13 Jam ke Moskow Agar Bisa Mencoblos di Pemilu 2019

Ilham mengatakan, KPU belum bisa menanggapi lebih jauh permintaan tersebut.

Sebab Panitia Pengawas Pemilu di Sidney belum mengeluarkan laporan terkait apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaannya atau tidak.

Jika benar Panwaslu luar negeri mendapati ada proses yang dilanggar dalam pelaksanaan pemungutan suara di Sydney, maka apapun keputusan Panwaslu yang di supervisi Bawaslu RI akan dijalankan oleh KPU.

Baca: Tanggapi Kritik Gatot, Menhan Ryamizard Ryacudu: Sudahlah Gatot Nurmantyo!

Termasuk menggelar pemungutan suara ulang bagi mereka yang belum berkesempatan menyalurkannya.

"Penyelenggara di Sidney kan ada PPLN dan Panwaslu sana. Nah, kalau Panwaslu sana menggangap memang ada pelanggaran atau hal harus direkomendasi untuk pemungutan susulan, maka kita harus menjalankan gitu," kata dia.

Baca: Siapa Gus Karim? Pria Paruh Baya yang Dampingi Jokowi dan Keluarga Saat Umrah di Tanah Suci

Diketahui, beredar sebuah petisi di change.org, meminta agar dilakukan "Pemilu Ulang Pilpres di Sydney Australia".

Diberitakan sebelumnya, pemilu luar negeri di Sidney,  Australia pada Minggu (14/4) kemarin, ratusan warga negara Indonesia (WNI) yang memegang hak pilih tidak diizinkan mencoblos meski mereka sudah mengantre sedari siang.

"Ratusan orang (yang) sudah mengantre sekitar dua jam tidak dapat melakukan hak dan kewajibannya untuk memilih karena PPLN dengan sengaja menutup TPS tepat jam 18.00 tanpa menghiraukan ratusan pemilih yang mengantre di luar. Untuk itulah komunitas masyarakat Indonesia menuntut pemilu ulang 2019 di Sidney Australia, " tulis petisi tersebut. 

Gagal Coblos

Warga Negara Indonesia di Australia secara serempak melakukan Pemilu pada Sabtu, 13 April 2019.

Namun ratusan WNI di Sydney harus kecewa karena terpaksa tidak bisa menggunakan hak pilih mereka untuk mencoblos dalam Pilpres dan Pileg 2019.

Ratusan pemilih tersebut masuk dalam status daftar pemilih khusus atau DPK.

Mereka mendapatkan alokasi waktu untuk mencoblos 1 jam terakhir atau atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney.

Namun PPLN di Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.

Kekecewaan massa yang tidak dapat mencoblos ditumpahkan di sosial media sosial.

Bahkan, saat ini lebih dari 3.000 WNI sudah menandatangani petisi untuk mendesak agar digelar pemilu ulang di Sydney. 

Golput

Ratusan Warna Negara Indonesia (WNI) yang berada di Syndey, Australia, terpaksa gagal memberikan hak suara mereka di Pemilu 2019 alias golput.

Pemungutan suara di Sydney sendiri dilakukan serempak pada Sabtu (13/4/2019) lalu.

Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney, Heranudin mengaku pihaknya telah melapor ke Komoisi Pemilihan Umum (KPU) terkait masalah tersebut.

"Kami sudah melaporkan soal ratusan WNI yang tidak bisa mencoblos ke KPU," ujar Heranudin dilansir Kompas.com.

Berikut Tribunnews rangkumkan dari berbagai sumber, fakta tentang WNI di Sydney yang terpaksa golput.

Baca: SBY Ceritakan Ani Yudhoyono yang Tak Ketinggalan Gunakan Hak Suaranya Meski dalam Kondisi Sakit

Baca: Jadwal Liga Champions Perempat Final Leg 2 Pekan Ini, Juventus vs Ajax, Barcelona vs Man United

1. Massa membeludak

Ketua Panitian Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney, Heranudin mengaku, pihaknya tidak mengantisipasi massa akan membludak.

Dia memperkirakan, lebih dari 400 WNI tidak dapat melakukan pencoblosan karena waktu yang tidak memungkinkan.

Ilustrasi (Kompas.com/PRIYOMBODO)

Ratusan WNI yang 'terpaksa' golput ini berstatus daftar pemilih khusus (DPK).

Sejatinya, dalam aturan main pemilu disebutkan bahwa pemilih yang berstatus DPK berhak mencoblos pada satu jam terakhir atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney.

Namun, faktanya PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.

Salah satu TPS yang mengalami lonjakan massa adalah TPS Town Hall.

"Panitia kewalahan karena satu TPS hanya ada tujuh orang petugas. Antrean di luar ekspektasi kami," ujar Heranudin kepada Kompas.com, Minggu (14/4/2019).

Baca: Antre 2 Jam, Angie Virgin Akhirnya Bisa Ikut Pemilu di London

Baca: Batal Memilih dan Terpaksa Golput, Ratusan WNI di Sydney Tanda Tangani Petisi Pemilu Ulang

2. WNI di Sydney sebut KPU tidak komunikatif

Ikut serta memberikan suara dalam pemilu adalah hak seluruh warga negara Indonesia.

Batal mengikuti pemilu seperti yang dialami WNI di Syney ini tentu membuat mereka merasa kecewa.

Melisa, WNI yang melakukan pencoblosan suara di Town Hall mengatakan, PPLN tidak profesional dalam melakukan tugas.

Dia bercerita, dia tiba di Town Hall pada pukul 16.00 dan kemudian tidak ada kejelasan untuk bisa mencoblos.

"Status saya sebenarnya sudah DPT tambahan berdasarkan informasi dari KPU tapi di sistem masih berstatus DPK jadi saya mengantri berjam-jam hingga jam 18.00 tanpa ada kepastian.

Panitia di lapangan kurang komunikatif," ujar Melisa dilansir Kompas.com.

 

Baca: SBY Ceritakan Ani Yudhoyono yang Tak Ketinggalan Gunakan Hak Suaranya Meski dalam Kondisi Sakit

3. Lebih dari 3.000 WNI tanda tangani petisi pemilu ulang

Kekecewaan massa yang tidak dapat mencoblos ditumpahkan di sosial media.

WNI juga banyak yang mengeluh perihal pelaksanaan pemilu di Sydney di grup Facebook The Rock yang beranggotakan WNI yang tinggal di Australia.

Bahkan, saat ini lebih dari 3.000 WNI sudah menandatangani petisi untuk mendesak pemilu ulang di Sydney.

Tanggapi hal itu, Heranudin mengatakan keputusan diadakan atau tidaknya pemilu ulang menunggu keputusan dari KPU pusat.

"Kami sudah melaporkan soal ratusan WNI yang tidak bisa mencoblos ke KPU. Apakah akan dilkukan pemilu tambahan atau tidak kami tunggu keputusan KPU pusat," ujar Heranudin, Ketua PPLN Sydney.

Baca: Gelar Aksi Pemilu 2019 Damai, Mahasiswa Ajak Generasi Millenial Gunakan Hak Pilih

Baca: Di Ranjang Rumah Sakit, Ani Yudhoyono Mencoblos di Pemilu 2019, Ini Foto-fotonya

4. Kendala Pemilu di Sydney

Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Ilham Saputra menuturkan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Town Hall, Sydney, Australia, terkendala waktu penyewaan gedung.

Ilham menjelaskan, pemungutan suara dan penyewaan gedung berakhir pukul 18.00 waktu setempat, sehingga tak dapat dilanjutkan.

"Sydney itu kan jam 6 sore ternyata masa menyewa Town Hall itu sampai jam 6 sore. Sehingga tidak bisa dilanjutkan. Karena memang sekali lagi, penutupan TPS jam 6," ujar Ilham saat dihubungi Kompas.com, Minggu (14/4/2019).

Menurut informasi yang ia miliki, surat suara masih tersedia.

Namun, kelanjutan penyelenggaraan pencoblosan dan nasib para pemilih tergantung pada keputusan panwas di Sydney.

Ilham menuturkan, keputusan tersebut tak dapat diambil secara sepihak oleh KPU atau pihak Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

"Sekarang terkait nasib pemilih itu masih menunggu rekomendasi dari Panwas sana, apakah kemudian dimungkinkan adanya rekomendasi untuk pelaksanaan pemilu bisa dilanjutkan," ungkapnya.

Oleh karena itu, Ilham menuturkan pihak PPLN masih menunggu keputusan panwas setempat.

KPU Diminta Tambah Hari bagi Warga Sydney

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, mengatakan seharusnya tidak ada istilah terpaksa golput dalam Pemilu 2019.

Sesuai putusan MK, menurut Ray Rangkuti, semua warga negara yang dapat membuktikan diri sebagai warga negara Indonesia harus dilayani untuk dapat mempergunakan hak pilihnya.

Kecuali jika pemilihnya datang pada waktu yang memang telah berakhir masa coblosnya.

"Jika mereka datang sebelum waktu pencoblosan maka sejatinya mereka tetap wajib dilayani sekalipun waktu pencoblosanya telah berakhir. Sebab, kehadirannya tetap dihitung pada masa pencoblosan masih berlaku," kata Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Minggu (14/4/2019).

Untuk itu, Ray Rangkuti menyarankan sebaiknya KPU mengevaluasi persoalan tersebut.

Baca: Mertua Perempuan Tewas Setelah Dibakar Hidup-hidup Menantunya, Kasur Baru Diduga Jadi Pemicu

"Tidak ada yang paling bertanggungjawab dengan hilangnya hak pilih warga kecuali KPU sendiri," katanya.

Terkait desakan petisi untuk pemilu ulang di Sydney, dia menjelaskan, hal itu tidak dikenal dalam Undang-undang (UU) di Indonesia, karena faktor seperti yang terjadi tersebut.

Hal yang bisa dilakukan menurut dia adalah menambah hari pemungutan suara khususnya bagi mereka yang belum sempat mempergunakan hak pilihnya.

Baca: Cindy Claudia Harahap Bangga Telah Gunakan Hak Pilih Pilpres 2019 di Australia

Menurut dia, KPU bisa melakukan solusi untuk menambah hari pemungutan suara

"Khususnya bagi mereka yang belum sempat mempergunakan hak pilihnya," katanya.

Tentu saja kata dia, itu bisa beresiko, yakni adanya pemilih yang dua kali menggunakan hak pilihnya.

"Tapi dengan data yang tercatat di PPLN kemungkinan pemilih ganda itu akan lebih bisa dicegah," ujarnya.

(Tribunnews.com/Srihandriatmo Malau/Fitriana Andriyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini