TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menjelaskan soal pemblokiran jurdil2019.org oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Alasannya yakni merujuk pada hasil pemantauan dari lembaga pemantau terdaftar yang telah diberi akreditasi oleh Bawaslu.
Ada tiga hal yang disebutkan Bawaslu terkait pemblokiran tersebut.
"Pada Jurdil2019.org terdapat gambar salah satu paslon itu sudah jelas menyalahi prinsip netralitas pemantau," kata Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019)
Afif melanjutkan yang kedua, dalam video tutorial aplikasi Jurdil2019, terdapat simbol pendukung atau relawan dari salah satu paslon. Sementara yang ketiga, disebutkan Afid, dalam penayangan video rilis hasil penghitungan aplikasi Jurdil2019, hanya memuat tagar dari salah satu paslon.
"Situasi seperti ini yang membuat kami bertindak karena temuan tersebut tidak diperbolehkan," kata Afif.
Adapun aplikasi Jurdil2019, dikatakan Afif, memuat logo Bawaslu yang merupakan pihak pemberi izin bagi para pemantau.
Baca: Luhut Bilang ke Prabowo, Jangan Terlalu Didengerin Pikiran Yang Enggak Jelas Basisnya
Afif menyebut Bawaslu khawatir akan ada persepsi masyarakat yang salah, dan itulah yang menyebabkan Bawaslu meminta Kemkominfo mencabut situs tersebut.
"Artinya, seakan-akan Bawaslu merestui lembaga pemantau yang tidak netral, padahal sifat asli pemantau harus netral. Melakukan publikasi memang menajdi hak mereka, tetapi dia tidak menjadi bagian dari pemantau yang kita akreditasi," ucap Afif.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memblokir situs jurdil2019.org. Lembaga survei tersebut dicabut izin sebagai pemantau pemilu oleh Bawaslu karena menampilkan hasil quick count ketimbang pelaporan pelanggaran pemilu.
"Alasannya karena menyalahgunakan izin yang diberikan," kata Kepala Biro Kemkominfo Ferdinandus Setu.
Adapun tindakan tersebut dilakukan atas permintaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Awalnya, situs tersebut mendaftarkan kepada Bawaslu sebagai situs pemantau pemilu. Namun, dalam praktiknya, situs tersebut dianggap menyebarkan informasi terkait hasil perhitungan suara dalam pemilu.