"Karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka," ujarnya.
Sampai Juni 2018, diduga telah terjadi pertemuan antara Sofyan, Eni, dan atau Kotjo serta pihak lainnya di sejumlah tempat, seperti hotel, restoran, kantor PLN dan rumah Sofyan.
Saut menjelaskan, dalam pertemuan itu membahas sejumlah hal terkait proyek tersebut.
Beberapa di antaranya, Sofyan menunjuk perusahaan Kotjo untuk mengerjakan proyek, lalu menginstruksikan salah satu direktur di PT PLN untuk berhubungan dengan Eni dan Kotjo.
Kemudian Sofyan juga diduga menginstruksikan seorang direktur PT PLN untuk menangani keluhan Kotjo.
Kotjo mengeluh karena lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1 tersebut.
Sofyan juga membahas bentuk dan lama kontrak dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.
"SFB diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," katanya.
Sofyan disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 hurut b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.