TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga saat ini, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia usai bertugas di Pemilu 2019 sudah berjumlah 474 orang.
Belum lagi ribuan anggota KPPS lainnya masih dalam keadaan sakit dan dirawat di sejumlah Rumah Sakit (RS).
"Korban yang meninggal dunia massal ini diduga kuat merupakan kematian manusia secara massal yang 'tidak wajar' atau tidak pantas," tegas pengamat politik dan hukum, Kan Hiung di Jakarta, Sabtu (4/5/2019).
Selain dugaan kematian yang tidak wajar, menurut Kan, secara hukum sudah cukup jelas jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dikomandoi Arief Budiman menjadi bagian orang-orang yang paling bertanggung jawab dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019.
"Ketua KPU Arief Budiman dan anggota KPU lainnya sudah dapat dikatakan sebagai terduga yang melakukan perbuatan melanggar Undang-undang (UU) Hak Asasi Manusia (HAM) pasal 33 ayat 1 dan ayat 2," tandas Kan.
Dijelaskannya, di ayat 1 berbunyi: Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
Sedangkan ayat 2 berbunyi: Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
"Disamping itu, Arief Budiman dkk juga sudah dapat dijerat dugaan perbuatan tindak pidana (actus reus) yang dapat diduga melanggar Pasal 170 ayat 1 dan ayat 2 angka 3 dan/atau Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," papar Kan.
Kan menjelaskan, dalam pasal 170 KUHP ayat 1 disebutkan: Barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
Sedangkan di ayat 2 disebutkan: Yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
Lalu, pasal 359 KUHP menyebutkan: Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
"Oleh sebab itu, atas dasar UU di atas, saya usulkan kepada seluruh aparatur penegak hukum baik di wilayah hukum Nasional NKRI dan maupun Hukum Internasional atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar segera bertindak secara hukum untuk menyelidiki peristiwa yang sangat memprihatinkan ini," pungkas Kan.