Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Caleg DPR RI dari berbagai partai politik di dapil DKI Jakarta II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri) mempertanyakan mekanisme pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) via Pos yang diselenggarakan oleh PPLN Kuala Lumpur, Malaysia.
Demikian disampaikan Masinton Pasaribu (PDI Perjuangan), Christina Aryani (Partai Golkar), Dato Muhammad Zainul Arifin (PPP) dalam keterangan tertulis bersama mereka kepada Tribunnews.com, Rabu (15/5/2019).
Menurut mereka, Rabu (15/5/2019), di Kuala Lumpur banyaknya ketidakjelasan menyangkut PSU via Pos.
Berdasarkan DPT PSU ada sekitar 257.000 surat suara untuk PSU yang telah dikirim secara bertahap dengan 3 kali pengiriman ke berbagai wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.
"Kami menerima laporan masyarakat Indonesia dari berbagai tempat yang sebelum 14 April 2019 lalu menerima pengiriman surat suara via Pos, namun saat ini dalam rangka PSU justru sebagian besar tidak menerima surat suara via Pos ini. Misalnya di Negeri Perak, Selangor, Shah Alam, Kelantan, Trengganu," ungkap Masinton mewakili rekan-rekannya kepada Tribunnews.com.
Baca: Bertemu di Swiss, Indonesia dan Malaysia Bahas Pemilu Hingga Isu Kemanusiaan
Selain itu mereka juga menemukan adanya perbedaan amplop surat suara PSU via Pos yang diterima pemilih, ada yang menggunakan cap bertuliskan "pemilu ulang" dan ada juga yang bercap "pemungutan suara ulang".
"Tidak ada kejelasan mana yang sebenarnya berlaku dan mengapa bisa ada perbedaan ini," jelasnya.
Pun ada pemilih yang dikirimkan surat suara ke alamat lama padahal orang yang dituju sudah meninggalkan Malaysia lebih dari tiga tahun lalu.
Bahkan ada juga pemilih yang sudah menggunakan hak pilihnya di TPSLN 14 April lalu ternyata juga masih dikirimkan surat suara PSU via Pos.
Selain itu, banyak masyarakat Indonesia mengeluhkan surat suara via Pos baru diterima tanggal 14-15 Mei, atau sehari menjelang penghitungan suara di PPLN Kuala Lumpur.
PPLN Kuala Lumpur juga terkesan tidak transparan dan kerap merubah kebijakannya.
Baca: Rencanakan Serangan Bom di Kuala Lumpur, WNI Simpatisan ISIS Ditangkap di Malaysia
"Dimulai dari deadline penerimaan pengembalian surat suara dari pemilih yang semula jatuh di tanggal 13 Mei kemudian diubah menjadi tanggal 15 Mei. Tanggal perhitungan yang semula jatuh di tanggal 15 Mei diubah menjadi tanggal 16 Mei," jelasnya.
Padahal, kata dia, KPU sendiri tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis perihal pengubahan tahapan ini.
Dari berbagai kesemrawutan pelaksanaan PSU via Pos di wilayah Kuala Lumpur dan sekitarnya, serta ketidaksiapan PPLN dan Panwaslu LN Kuala Lumpur dalam mendistribusi dan mengawasi surat suara via Pos.
Dikhawatirkan surat suara PSU via Pos dalam jumlah besar tersebut dikuasai dan dibajak oleh oknum-oknum tertentu dan tidak sampai ke tangan pemilih.
"Jika PSU via Pos ini berjalan normal kami memprediksi partisipasi surat suara via Pos dari pemilih yang kembali ke PPLN Kuala Lumpur tidak lebih dari 10 persen," sebutnya.
Baca: Soal TGPF Pemilu, Mendagri: Cukup Tim Kemenkes dan IDI yang Selidiki
Jika besok Kamis (16/5/2019) saat penghitungan surat suara via Pos melebihi 10 persen dari total keseluruhan DPT PSU via Pos, patut diduga adanya permainan penggelembungan suara oleh oknum-oknum tertentu dengan cara dicoblos sendiri di lokasi tersembunyi seperti kejadian yang pernah viral 11 April lalu.
"Padahal hakekat diadakannya Pemungutan Suara Ulang via Pos adalah untuk menjamin kualitas Pemilu yang berintegritas dan mencegah terjadinya praktek kecurangan dan manipulasi suara rakyat oleh oknum-oknum tertentu," jelasnya.