Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri diperkirakan hanya akan menjadi 'penonton' dalam perkara uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi dan Penetapan Calon Terpilih Presiden dalam Pemilihan Umum.
Sebelum uji materi itu didaftarkan Rachmawati di Mahkamah Agung (MA), sekelompok masyarakat telah lebih dulu mendaftarkan gugatan yang sama.
Adalah Tomu Pasaribu, Leonardus Pasaribu, Daniel Heri, Renhad dan Maradona yang pertama kali mendaftarkan permohonan uji materi tersebut di MA.
"Setelah kami daftarkan tanggal 2 Mei, kubu Prabowo (Rachmawati Cs-red) mendaftarkan gugatan yang sama pada tanggal 13 Mei. Maka otomatis karena obyek gugatannya sama persis, maka permohonan kami akan diperiksa lebih dulu. Pihak Prabowo harus berbesar hati menjadi menonton, karena gak mungkin MA menyidangkan gugatan yang obyeknya sama secara bersamaan," ujar Tom Pasaribu, kepada Tribunnews.com, Rabu (15/5) di Jakarta.
Dari lama website kepaniteraan MA, terlihat bahwa perkara yang diajukan Tom Pasaribu dkk dengan Nomor 40 P/HUM/2019 terdaftar tanggal 6 Mei 2019 telah ditangani oleh tiga hakim agung.
Baca: TERBARU Hasil Real Count KPU Pilpres 2019 Jokowi vs Prabowo, Kamis (02.30 WIB), Data Masuk 83,93%
Tiga hakim itu adalah Yodi Martono Wahyunadi, Yosran dan Irfan Fachruddin.
Sementara perkara yang diajukan oleh kubu Prabowo melalui Rachmawati dengan nomor perkara 44 P/HUM/2019 dalam laman website kepaniteraan MA, belum ditunjuk hakim yang akan memeriksa permohonan tersebut.
Pemohon lainnya, Leonardus Pasaribu, meminta MA untuk secepatnya memutus permohanan uji materi PKPU tentang Penetapan Presiden Terpilih yang lebih dahulu mereka ajukan, agar pijakan hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menetapkan presiden terpilih 22 Mei mendatang tidak dipersoalkan oleh pihak manapun.
"Kami bukan pendukung Capres 01 maupun 02. Bagi kami yang terpenting bukanlah permohonan kami ditolak atau diterima. Tetapi kepastian hukum dasar penetapan KPU 22 Mei nanti menjadi jelas," ujar Leonardus.
Baca: Investor Amerika Keluhkan Kepastian Hukum di Indonesia
Menurutnya, dengan adanya keputusan MA tentang keabsahan PKPU tersebut sebelum tanggal 22 Mei, keputusan KPU sebagai pihak yang diberi Undang-Undang menetapkan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun.
"MA mestinya segera memberi putusan apakah PKPU tersebut bertentangan atau tidak dengan Undang Undang di atasnya. Dengan demikian, baik Capres 01 maupun 02 yang ditetapkan sebagai pemenang, KPU telah menetapkan atas dasar ketentuan yang benar," kata Leonardus.
Seperti diberitakan, pasal 3 ayat (7) PKPU No. 5 tentang Penetapan Calon Presiden Terpilih diminta diuji materi di MA.
Pihak yang pertama kali meminta uji materi adalah Tom dkk.
Dua minggu kemudian Rachmawati dkk mengajukan permohonan yang sama.
Pasal 3 ayat 7 Peraturan KPU itu berisi, dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih.'
Menurut para penggugat, KPU tidak punya kewenangan untuk memuat pasal tersebut, karena Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur ketentuan itu.
Selain menyalahi Undang Undang Pemilu, Peraturan KPU tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.