TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta memprediksi, wacana people power yang digaungkan gerbong Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, tidak akan terjadi saat pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh KPU pada 22 Mei pekan depan.
Alasannya, koalisi partai yang tergabung di dalamnya sudah tidak lagi akur. Misalnya, Partai Demokrat dengan Partai Gerindra yang tak seirama dan berbeda sikap politik belakangan ini.
"Mereka saja tidak akur. People power tidak akan terjadi," ujar Stanislaus Riyanta di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).
Ditambah, lanjutnya, aparat keamanan sudah sigap mengantisipasi tindakan-tindakan ketidakpuasan yang ditampilkan.
Baca: Pertemuan Sejumlah Tokoh Agama Kota Bekasi dengan MUI Hasilkan Kesepakatan : Tolak People Power
Yang menjadi catatan Stanislaus Riyanta, bukan pada saat pengumuman pemenang presiden dan wakil presiden terpilih, melainkan pasca-pengumuman sampai pada pelantikannya.
"Ketidakpuasan itu bentuknya masih bisa ditangani aparat keamanan. Yang perlu dikawal setelah tanggal 22 (Mei) sampai pelantikan presiden terpilih," katanya.
Namun, ia tetap berharap para elite politik di Indonesia, terutama para barisan sakit hati, bisa berlapang dada dan menerima hasil Pemilu 2019.
"Kita harap elite politik berusaha naik kelas, karena Pemilu ini program demokrasi kita," ucapnya.
PAN Tidak Ikut-ikutan
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan menyatakan, pihaknya tidak akan ikut-ikutan gerakan people power yang digagas Amien Rais, karena tak ingin membuat resah masyarakat.
Bara Hasibuan mengatakan, sikap itu diambil oleh pihaknya, setelah Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menginstruksikan para keder untuk menerima hasil apa pun dari KPU pada 22 Mei nanti.
"Jadi gini, ketum kami Zulkifli Hasan menjamu Presiden Jokowi pada acara bukber. Di sana secara jelas Pak Zul berpesan bahwa kita harus menerima keputusan KPU pada 22 Mei. Apa pun hasilnya kita harus move on sebagai bangsa," paparnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Bara Hasibuan mengatakan, jika memang ada pihak yang tidak puas dengan hasil pemilu, sudah sepatutnya dilakukan dengan cara kontitusional dan tidak dengan melakukan pengerahan massa.
"Kalau ada ketidakpuasan atau indikasi kecurangan, harus ditempuh secara konstitusional sesuai UU Pemilu. Itu adalah posisi PAN," tegasnya.
Legislator itu pun menegaskan PAN tegas menolak rencana Amien Rais yang ingin melakukan pengerahan massa alias people power jika Prabowo-Sandi dinyatakan kalah pada 22 Mei nanti.
"Karena kami tak ingin membuat suasana resah dan membuat chaos," ucapnya.
"Jadi saya bisa katakan PAN tidak akan ikut gerak-gerakaan yang justru akan membuat suasana resah dan membuat chaos. Apa pun itu namanya kami tidak akan terlibat," imbuhnya.
Ganti Istilah
Sebelumnya, Amien Rais, anggota Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, meminta pendukung 02 mengganti istilah people power dengan Gerakan Kedaulatan Rakyat.
Pernyataan Amien Rais tersebut disampaikan saat menghadiri Pemaparan Kecurangan Pemilu 2019 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Menurut Amien Rais, penggantian istilah tersebut karena selama ini ada sejumlah orang yang dijerat dengan pasal makar karena menyebut people power.
Mereka di antaranya adalah politikus PAN Eggi Sudjana, politikus Partai Gerindra Permadi, dan Mayor Purnawirawan Jenderal Kivlan Zen.
"Saya ingatkan, Eggi Sudjana ditangkap polisi karena bicara people power, tapi kita gunakan gerakan kedaulatan rakyat," ujar Amien Rais.
Pernyataan Amien Rais tersebut terlontar di pengujung acara pemaparan kecurangan yang dihadiri ratusan pendukung, relawan, dan sejumlah Jenderal purnawirawan TNI yang selama ini mendukung Prabowo-Sandi.
Menjelang azan magrib dan hendak pembacaan doa penutup acara, Amien Rais yang mengenakan baju koko putih naik ke atas panggung. Ia langsung menuju podium dan kemudian melontarkan pernyataan tersebut.
"Siapa pun yang menghalangi gerakan kedaulatan rakyat, Insyaallah kita gilas bersama-sama," cetusnya.
Amien Rais lalu memekikkan takbir, dan meneriakkan kata 'merdeka'. Setelah itu ia mempersilakan salah seorang ustaz membacakan doa penutup.
Amien Rais sebelumnya mengomentari Tim Asistensi Hukum Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto, yang memantau dan mengkaji ucapannya selama ini.
Sebelumnya, tim asistensi hukum itu telah mengkaji ucapan dan aktivitas13 tokoh yang diduga melanggar hukum, salah satunya Amien Rais.
Hasil kajian tersebut nantinya akan dibawa ke penegak hukum.
Menurut Amien Rais, tindakan Wiranto tersebut tergolong penyalahgunaan kekuasaan dan harus dibawa ke Mahkamah Internasional.
"Jadi Pak Wiranto perlu dibawa ke Mahkmah Internasional, karena dia melakukan abuse of power," kata Amien Rais di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Menurut Amien Rais, tindakan Wiranto melalui tim asistensi hukumnya tersebut sangat politis. Tim tersebut dibentuk untuk menyasar lawan politik pemerintah.
"Dengan kuasanya, dia akan membidik lawan-lawan politiknya. Di muka bumi ini orang ngomong ditangkap itu enggak ada," tuturnya.
Ketua Dewan Kehormatan PAN itu lalu mengingatkan Wiranto untuk berhati-hati. Ia mengingatkan agar Wiranto menghentikan kegiatan timnya itu.
"Wiranto hati-hati anda," tegas Amien Rais.
Sebelumnya, Amien Rais lebih memilih mengandalkan people power ketimbang ke Mahkamah Konstitusi (MK), jika ada kecurangan pada Pemilu 2019.
Amien Rais pilih people power, karena menilai jalur hukum yang sesuai konstitusi melalui MK, tidak ada gunanya.
"Kalau nanti terjadi kecurangan, kita enggak akan ke MK. Enggak ada gunanya, tapi kita people power. People power sah!" ucap Amien Rais di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2019).
People power, menurut Amien Rais, ialah kekuatan massa tanpa kekerasan. Melainkan, pergerakan massa secara halus.
"Bukan revolusi, kalau revolusi ada pertumpahan darah. Ini tanpa sedikit pun darah tercecer, people power akan digunakan," tuturnya. (Danang Triatmojo/Chaerul Umam)