News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

Jelang 22 Mei, Eks Komandan NII: Setiap Konflik Adalah Peluang dan Iklan Gratis Bagi Teroris

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ken Setiawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Setiap konflik adalah peluang dan iklan gratis bagi teroris.

Cukup aneh memang tapi itu yang diungkapkan mantan Komandan Negara Islam Indonesia (NII) dan Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan kepada Tribunnews.com, Sabtu (18/5/2019).

Menurut mantan ahli rekrut teroris ini, dari dulu para pelaku teroris mencari peluang untuk membuat konflik agar ada upaya untuk menyudutkan pemerintah dan aparat.

"Karena, pemerintahan itu adalah buah dari sebuah demokrasi yang dianggapnya syirik dan bertentangan dengan hukum Islam," ujar Ken.

Ken menjelaskan, teroris itu tidak beragama, apalagi bermadzhab.

Jadi, dia tegaskan, Din diartikan bukan agama. Tapi Din diartikan sebagai sebuah negara atau pemerintahan. Dan Dinullah diartikan Negara Islam atau Khilafah Islam atau pemerintahan Islam.

"Banyak kita lihat upaya provokasi oleh kelompok radikal kepada masyarakat baik di dunia maya maupun dunia nyata. Agar masyarakat terpeceh belah dan ini disambut baik oleh pihak yang memang berseberangan dengan pemerintah," ucapnya.

Baca: Melihat Isi Tiga Geladak Kapal Induk Amfibi Angkatan Laut Australia HMAS Canberra

Dengan hoax dan pembetukan opini publik bahwa keadaan sudah tidak aman karena pemerintah telah dianggap dzalim terhadap umat Islam, kata dia, ini menjadi semacam ada simbiosis mutualisme, saling memanfaatkan karena punya tujuan yang sama dalam hal menyudutkan pemerintah.

Karena itu, menurut Ken, tanggal 22 Mei mendatang adalah iklan gratis dan ladang jihad.

Sebab lanjut dia, tidak perlu membuat berita hoax kalau bakal ada konflik besar.

"Otomatis banyak masyarakat yang terprovokasi. Dan di saat masyarakat berkumpul itulah dianggap hal yang tepat untuk melancarkan aksi amaliyah bom agar tercipta suasana konflik yang lebih besar," paparnya.

"Sebab di situlah peluang mereka akan lebih mudah merekrut dengan mengadu domba masyarakat dan memprovokasi bahwa ini bukti kalau pemerintah tidak menggunakan dasar negara yang bersumber dari hukum Allah yaitu negara Islam atau Khilafah," urainya.

Lebih jauh ia menjelaskan pula, kamus kelompok radikal cuma dua. Yaitu hidup mulia atau mati syahid.

Karena itu lanjut dia, mereka akan merasa bila tidak bisa memberlakukan negara Islam atau khilafah islam lebih baik melakukan aksi amaliyah bom.

"Yang dalam doktrin mereka akan mnedapatkan bidadari dan surga tanpa hisab bersama keluarga," jelasnya.

Ken berharap jelang pengumuan hasil pemilu pada 22 Mei, aparat menindak tegas terhadap orang-orang yang terindikasi akan melakukan tindakan teror dana melawan negara agar tercipta suasana aman dna kondusif.

Ken juga berharap masyarakat tidak usah mengikuti aksi 22 Mei.

"Tapi diharapkan agar menunggu pengumunan KPU dan apa pun hasilnya harus kita terima dengan lapang dada," pesannya.

Bila dianggap ada kecurangan maka, dia menyarankan, mengikuti mekanisme yang sudah diatur Undang-undang, yakni ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam akhir wawancara, Ken menjelasakan bahwa semua anggota masyarakat berada di sebuah negara hukum.

Jadi dia mengajak semua elemen bangsa untuk menaati apapun hukum yang berlaku di negeri ini.

"Jangan sampai karena kekecewaan kita justru main hakim sendiri dan melakukan pelanggaran yang bisa membawa kita masuk dibalik jeruji besi penjara," pesan Ken.

Polri Imbau Masyarakat Tak Turun ke Jalan Pada 22 Mei

Mabes Polri mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi turun ke jalan pada tanggal 22 Mei 2019 atau saat KPU mengumumkan hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019.

"Pada tanggal 22 Mei, masyarakat kami himbau tidak turun (ke jalan), ini akan membahayakan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2019).

Imbauan itu bukan tanpa sebab, Iqbal menilai tanggal tersebut rawan dari ancaman aksi terorisme. Dari penangkapan sejumlah terduga teroris, diketahui aksi amaliyah akan dilaksanakan dengan memanfaatkan momentum tanggal 22 Mei 2019 tersebut.

"Karena mereka (para terduga teroris) akan menyerang semua massa, termasuk aparat," kata dia.

Mantan Wakapolda Jawa Timur itu juga menegaskan adanya ancaman itu melalui sebuah video yang diperlihatkan kepada awak media.

Video itu berisi pengakuan seorang terduga teroris berinisial DY alias Jundi, yang mengaku akan menyerang kerumunan massa saat 22 Mei. Bahkan yang bersangkutan telah merangkai bom.

"Yang mana pada tanggal tersebut sudah kita ketahui bahwa di situ akan ada kerumunan massa yang merupakan event yang bagus untuk saya untuk melakukan amaliyah, karena di situ memang merupakan pesta demokrasi yang menurut keyakinan saya adalah sirik akbar yang membatalkan keislaman. Yang termasuk barokah melepas diri saya dari kesyirikan tesebut," kata DY seperti dikutip dari video tersebut.

Meski demikian, Iqbal meminta masyarakat untuk tetap tenang. Pasalnya Densus 88 sudah melakukan sejumlah antisipasi dengan penangkapan atau preventive strike.

Selain itu, jenderal bintang dua itu menjamin pula pihaknya akan menjaga keamanan dan mengantisipasi segala aksi terorisme.

"Densus 88 tentu sudah memiliki strategi untuk itu semua sehingga alhamdullilah beberapa hari lalu kita dapat melakukan upaya paksa kepolisian yaitu penangkapan terhadap kelompok ini. Kita tidak ingin ini terjadi, kita tidak ingin ini terjadi, sekali lagi, di kerumunan massa," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini