TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokter Robiah Khairani Hasibuan atau Ani Hasibuan kembali tidak memenuhi panggilan penyidik atau mangkir untuk dimintai keterangan sebagai saksi terlapor kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian.
Pemanggilan terhadap Ani diagendakan pada hari ini, Senin (20/5/2019) oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Padahal pemanggilan kali ini merupakan jadwal ulang, dari pemeriksaan pada Jumat (17/5/2019) setelah dirinya beralasan sakit.
Kuasa hukum Ani, Slamet Hasan mengatakan, kliennya mangkir karena memiliki agenda lain di Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesa (IDI).
"Hari ini rencananya Ibu Ani dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Tapi, hari ini Ibu Ani enggak bisa hadir kembali karena pada hari yang sama Ibu Ani dipanggil Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) di IDI," ujar Slamet di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (20/5/2019).
Dirinya berharap penyidik baru dapat memproses kasus Ani setelah ada keputusan dari MKEK.
Baca: Permadi Jalani Pemeriksaan Dua Kasus Sekaligus
"Kita mendorong perkara ini disidang dulu di MKEK. Nanti, keputusan MKEK itu seperti apa, apakah ada unsur pidana atau tidak, lalu dilanjutkan ke penyidik kepolisian," jelas Slamet.
Seperti diketahui, Ani dilaporkan oleh Carolus Andre Yulika pada Minggu, 12 Mei 2019 lalu. Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/2929/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimsus.
Dalam surat panggilan nomor : S/Pgl/1158/V/RES.2.5/2019/Dit Reskrimsus, Ani dipanggil dalam kasus dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dan/atau menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sebagaimana kontens yang terdapat di portal berita tamshnews.com pada Minggu, 12 Mei 2019.
Ani dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 35 Jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Jo Pasal 56 KUHP.