TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak kepolisian mengonfirmasi telah menahan Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustofa Nahrawardaya.
Penahanan tersebut seiring dengan status hukum Mustofa sebagai tersangka ujaran kebencian berdasarkan SARA dan menyebarkan hoaks melalui media sosial.
Ia sebelumnya ditangkap pada Minggu (26/5/2019) dini hari, dan ditahan Senin (27/5/2019) sekitar pukul 02.30 WIB.
"Ya sudah dilakukan penahanan," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin.
Baca: Operasi Rahasia di Balik Rusuh 22 Mei
Baca: Mustofa Nahrawardaya yang 2 Kali Gagal Jadi Caleg dan Sering Berkomentar Kontroversial di Twitter
Kabar penangkapan Mustofa sebelumnya diungkapkan kuasa hukumnya, Djudju Purwantoro.
Menurut Djudju, kliennya tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka sejak penangkapan Mustofa di hari Minggu.
"Tadi pagi sekira jam 02.30, Mustofa ditahan Cyber Crime Mabes Polri," tutur Djudju saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Terkait kasus ini, Mustofa ditangkap karena twit-nya soal video viral sekelompok anggota Brimob mengeroyok warga di depan Masjid Al Huda Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Menurut keterangan polisi, twit Mustofa tidak sesuai fakta.
Dalam cuitannya, Mustofa mengatakan bahwa korban yang dipukuli bernama Harun (15). Ia menyebutkan bahwa Harun dipukuli hingga meninggal dunia.
Namun, informasi mengenai korban berbeda dengan keterangan polisi.
Menurut polisi, pria yang dipukuli dalam video itu adalah Andri Bibir.
Polisi menangkapnya karena diduga terlibat sebagai salah satu perusuh dan provokator dalam aksi di depan Bawaslu.
Dalam surat penangkapan bernomor SP.Kap/61/V/ 2019/Dittipidsiber, Mustofa dijerat Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).